Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - verba volant scripta manent

Dosen dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kandang Pikiran

20 Juli 2019   16:13 Diperbarui: 20 Juli 2019   16:18 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengajukan pertanyaan yang saya pinjam dari sejarawan Inggris, HG Wells, "Apa yang menentukan besar kecilnya suatu bangsa?" Dari kacamata saya, yang menentukan bukanlah seberapa luas wilayahnya dan seberapa banyak penduduknya, melainkan kekuatan pikiran sebagai modal peradaban bangsa.

Sementara Yudi Latif menempatkan kalimat bagus bahwa pikiran itu pelita hidup, sesat pikir binasa hidup. Itulah sebabnya, merawat pikiran menjadi mutlak agar akal sehat selalu mendapat tempat dalam setiap perbincangan yang mencerdaskan demi mendorong terwujudnya peradaban bangsa.

Kampus memiliki tugas mulia untuk merawat pikiran setiap sivitas akademika lewat tiga tindakan mendasar. Pertama, kepada sivitas akademika harus terus menerus berdiskusi, bercurah pikir, dan berdebat di ruang-ruang kuliah, seminar, lokakarya, talk show interaktif, maupun dalam bentuk kegiatan lainnya guna merangsang ketajaman berpikir kritis dan ilmiah.

Kedua, pihak pemegang otoritas kampus mesti mendorong warganya agar meningkatkan budaya literasi. Setiap hari sivitas akademika mesti membaca, baik jurnal, buku, maupun artikel ilmiah. Kehidupan terus berkembang, gaya hidup tak boleh malas membaca, persoalan masyarakat makin kompleks, pengetahuan mesti luas dan dalam untuk memecahkannya.

Ketiga, setelah membaca setiap akademisi patut menuangkan hasil bacaan ke dalam berbagai tulisan untuk dipublikasikan. Kecakapan menulis merupakan bekal dasar untuk mengasah kemampuan logika, sistematika, meneliti, dan mencipta (baca: creation). Menumbuhkan hasrat menulis pada gilirannya akan mendorong semangat meneliti dan mencipta. Tak heran, saat Amerika Serikat menyadari penurunan daya saing, solusi kurikulumnya justu mewajibkan pelajaran mengarang di tingkat pendidikan dasar dan menengah, seperti dalam catatan Godzich.

Lebih dari itu, Karim Suryadi menegaskan salah satu tradisi akademik yang harus terus-menerus dikembangkan adalah publikasi karya-karya ilmiah dari para akademisi, baik berupa hasil-hasil penelitian maupun analisis wacana secara kritis atas berbagai persoalan yang mengemuka di masyarakat saat ini. Dengan begitu, para akademisi mampu mengaktualisasikan komitmen akademisinya dengan baik dan penuh rasa tanggungjawab, dalam memecahkan berbagai problematika masyarakat kekinian yang kian ruwet.

Setidaknya tiga hal itulah yang menjadi cara merawat pikiran sivitas akademika agar tidak terkikis dan hilang dari dunia kampus. Apapun tantangannya, sivitas akademika harus terus-menerus mempertahankan kampus sebagai kandang pikiran, tempat dimana pikiran kritis dan ilmiah diolah, dimatangkan, lalu siap dipakai dalam masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun