Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - verba volant scripta manent

Dosen dan Peneliti

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Medsos Menggulung Tata Nilai Bangsa?

29 Agustus 2018   11:00 Diperbarui: 13 September 2018   10:04 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Confusius-seorang filsuf terkenal Cina-menempatkan kalimat bagus bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebaikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi.

Dengan demikian, sektor pendidikan memegang misi suci untuk membangun dan membentuk tata nilai kehidupan manusia sebagaimana mestinya. Niscaya, pergaulan antar warga di dunia maya selalu akrab dengan sopan santun, ramah tamah, hormat menghormati, musyawarah mufakat, mengakui persamaan derajat, bersikap adil dan sebagainya.

Kedua, peningkatan literasi media oleh seluruh warga menjadi amat penting mengingat hoaks dan ujaran kebencian seakan marak dan menjamur di seantaro medsos. Kebenaran suatu konten merupakan harga yang mahal di era kekinian. Hasilnya warga semakin dibuat ambigu dan kebingungan bagaimana cara mengidentifikasi konten yang sebenarnya. Tanpa usaha meningatkan literasi media, berarti sama halnya dengan membiarkan kezaliman dan pembodohan terus berlangsung dihadapan kita.

Hobbs (1996) mengatakan literasi media dapat dipahami sebagai proses dalam mengakses, menganalisis secara kritis pesan-pesan yang terdapat dalam media, kemudian menciptakan pesan menggunakan alat media. Pengetahuan tentang literasi media ibarat suntikan imunisasi di mana warga secara mandiri mampu menghasilkan antibodi yang siap menanggulangi berbagai potensi penyakit psikologis pada diri mereka akibat pengaruh konten buruk dari medsos.

Ketiga, warganet dituntut meningkatkan keterampilan berpikir kritis (critical thingking skill) agar menjadi modal utama bagi mereka untuk menggiring beragam opini di medsos. 

Cogan & Derricott (1998), menegaskan bahwa tantangan globalisasi pada abad 21 menuntut setiap warga negara memiliki karakteristik, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis dan sistematis.

Memang benar kata Schafersman (1991), seseorang yang berpikir kritis akan dapat mengidentifikasi persoalan, menanyakan sesuatu, menyampaikan argumen, menemukan informasi lain. Memiliki kemampuan berpikir yang terampil dapat membangun seseorang pribadi yang demokratis.

Orang-orang yang tidak terlatih dengan kemampuan berpikir yang baik, akan memosisikan dirinya sebagai pemilik pemikiran yang paling baik, dan menganggap orang lain, pemilik kemampuan berpikir yang buruk. Hati-hatilah, kecelakaan yang paling fatal adalah merasa benar dengan pemikiran yang salah (Sudarma, 2013). Untuk itu, keterampilan berpikir kritis sangat diperlukan oleh semua warganet untuk menanggapi setiap persoalan yang mengemuka di medsos.

Menyudahi tulisan ini, saya berpesan kepada para pembaca yang terhormat dan mulia agar piawai memanfaatkan medsos sebagai alat untuk berinteraksi, mengirim pesan, berbagi, dan membangun jaringan. Hendaklah kita mengedepankan tata nilai bangsa saat berselancar di medsos demi menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi seluruh warganet.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun