Mohon tunggu...
Yakob Godlif Malatuny
Yakob Godlif Malatuny Mohon Tunggu... Dosen - Kata-kata lisan terbang bersama angin, sementara tulisan abadi.***

Akademisi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Terlihat (Tidak) Menjengkelkan

1 Agustus 2018   14:33 Diperbarui: 9 Agustus 2018   17:20 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 menegaskan, Negara Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan negara "semua buat semua", "satu buat semua, semua buat satu". 

Saya yakin, bahwa syarat mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah permusyawaratan, perwakilan. Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup.

Demokrasi sewajarnya menjadi ruh bagi setiap kewargaan yang baik dan cerdas (smart and good citizen) untuk menghadirkan perbaikan, mengentaskan kemiskinan, dan membangun keterbelakangan demi memajukan kesejahteraan umum dan menciptakan keadilan yang merata bukan malah menjelma sebagai alat bagi para politisi yang tamak untuk melapisi kehormatan dengan kehormatan yang lebih tinggi sebagai penolak kenistaan zaman; bukan menjelma sebagai alat untuk meraup keuntungan sebesar-sebesarnya demi kemakmuran sanak famili.

Memang benar kata Yudi Latif (2015) bahwa demokrasi yang ingin memperkuat daulat rakyat justru memperkuat segelintir orang; demokrasi yang ingin memperkuat cita-cita republikanisme dan nasionalisme kewargaan (civic nationalism) justru menyuburkan tribalisme dan provinsialisme (putra daerahisme). 

Demokrasi yang semestinya mengembangkan partisipasi, kepuasan, dan daulat rakyat justru mengembangkan ketidaksertaan (disengagement), kekecewaan, dan ketidakberdayaan rakyat.

Pada tingkat struktural, kecenderungan untuk mengadobsi model-model demokrasi liberal tanpa menyesuaikannya secara saksama dengan kondisi sosial-ekonomi segenap kewargaan Indonesia justru dapat melemahkan demokrasi. Sementara demokrasi menghendaki derajat kesetaraan, pilihan desain demokrasi kita justru sering kali memperlebar ketidaksetaraan dan ketidakadilan.

Tak boleh heran, jika disaat sebagian besar anak bangsa mengais-ngais rupiah, terdapat sekelompok orang, rata-rata dari kelas menengah ke atas yang wangi kerap mengobral rupiah, sehingga mobil mewah meluncur tiap hari. 

Tak boleh heran, jika tiap tahun KPK selalu memiliki tahanan sekelas pejabat, baik di daerah maupun pusat. Tak boleh heran, negeri kita yang dahulunya dicap sebagai tanah surga sekarang mudah berubah menjadi negeri para bedebah.

Demokrasi tak lagi menjadi sarana afektif bagi kekuatan kolektif untuk mengendalikan kepentingan perseorangan, malahan berbalik arah menjadi sarana afektif bagi kepentingan perseorangan untuk mengontrol institusi dan kebijakan publik; res publica (urusan umum) tunduk di bawah kendali res privata (urusan privat).

Di satu sisi, keadaan buruk di atas menjadi sebab musabab sering kali warga memandang demokrasi sebagai proses yang menjengkelkan. Bisa jadi, mereka akan mengubur kepercayaan terhadap orang-orang yang turut berperan aktif menggerakan roda demokrasi kita.

Namun di sisi lain, sebagai warga negara yang baik dan cerdas mesti optimis bahwa prinsip demokrasi dalam Negara Kebangsaan Pancasila akan tetap berjiwa gotong royong (mengembangkan musyawarah mufakat); bukan demokrasi yang didikte oleh suara mayoritas (mayorokrasi) atau minoritas elite penguasa-pemodal (minokrasi). Kualitas demokrasi kita cepat atau lambat akan mengarah pada ketercapaian substansi demokrasi yakni berfungsinya institusi demokrasi yang dapat menyejahterahkan segenap kewargaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun