Rencana Pertamina untuk menjadi perusahaan migas terkemuka dunia kembali menemui rintangan, tak tanggung-tanggung, hambatan itu berasal dari Rini Soemarno. Menteri BUMN tersebut memerintahkan PT. PLN untuk mengakuisisi 50% saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). Rini menjelaskan alasan akuisisi ini untuk memaksimalkan potensi energi panas bumi yang mencapai 29.000 MW, selain itu Pertamina dianggap kurang berpengalaman dalam mengelola hasil panas bumi
Langkah PLN dalam mengakuisisi PGE ini ditargetkan rampung akhir tahun 2016. Untuk merealisasikan rencana ini, Kementerian BUMN sudah menunjuk empat konsultan untuk membahas agenda ini, persoalan yang dibahas adalah apraisal, manfaat, teknis dan hukum akuisisi. Diharapkan dengan menginvestasikan dana ke PGE akan menambah pasokan listrik sebanyak 7000 MW pada tahun 2025
Kamuflase Hutang PLN
Rencana akuisisi ini sontak membuat publik terkejut, orang awam pun bisa menilai langkah menteri Rini yang menginstruksikan pengakuisisian ini berpotensi melanggar UU. Karena menurut UU nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN, hanya organ perseroan seperti Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris dan Direksi yang boleh mengatur kebijakan perseroan, selain itu internal PLN sendiri masih kerapkali bermasalah, daripada menggunakan modalnya untuk mengakuisisi PT. PGE lebih baik digunakan untuk memperkuat jaringan kekurangan infrastruktur listrik, seperti yang terjadi di Jakarta walaupun kapasitas listriknya sudah surplus 40 %, tetapi untuk menampung kapasitas tersebut PLN masih kekurangan 50 mesin trafo, sehingga tegangan yang dihasilkan kerapkali tidak stabil
Jangan sampai pengakuisisan PGE ini hanya dijadikan sebagai kamuflase untuk menutupi hutang PLN yang berujung pada penambahan aset PLN tetapi kemudian dijual kepada pihak swasta, karena hutang PLN sampai saat ini mencapai USD 30 Milliar dari awal total aset sebelum revaluasi sebesar USD 50 Miliar, aset PGE dikhawatirkan akan menjadi incaran pemberi hutang melalui strategi Independet Power Producer, yaitu kepemilikan pembangkit listrik di pihak swasta, jika PLN tidak mampu menyelesaikan hutang pada saat jatuh tempo maka, lambat laun swasta akan mengambil alih pengelolaan energi panas bumi tersebut. Tentu hal ini akan memperlemah posisi tawar Pertamina sebagai perusahaan pengeksplorasi migas di Indonesia. Karena perusahaan swasta tersebut nantinya akan berhadapan langsung dengan Pertamina.
Padahal tahun 2016 adalah tahun dimana Pertamina mengambil momentum sebagai Perusahaan migas dunia, bukti sahihnya pada bulan Mei 2016 kemarin mereka baru saja mendapatkan penghargaan “The Most Powerfull Energy Company in Asia” dari Nikkei BP. Artinya Pertamina sudah menjadi perusahan Migas yang disegani di Asia, jangan sampai polemik dengan PLN menghambat kinerja mereka
(Kembali) Memperjuangkan Pertamina
Hari ini saya bersepakat dengan pernyataan Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Noviandri bahwa pengakuisian Ini akan menyingkirkan dan melemahkan Pertamina dari persaingan perusahaan energi untuk mengelola potensi geothermal di Indonesia. Peluang pengelolaan panas bumi sendiri cukup menjanjikan karena cadangan panas bumi Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan total potensi 40%. Atau sekitar 28.910 MW. Sementara menurut Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) pengelolaan panas bumi di Indonesia baru mencapai 2000 MW atau sekitar 5% dari total keseluruhan, di tengah cadangan minyak bumi yang semakin menipis menjadikan panas bumi akan semakin dilirik oleh pasar.
Perusahaan migas raksasa seperti Chevron bahkan sudah menggelontorkan dana US$ 1 Milliar sejak tahun 2014 untuk mengelola energi geothermal. Pertamina sendiri sudah mempunyai rencana jangka panjang untuk menandingi investasi Chevron, lewat anak perusahaanya Pertamina Geothermal sudah mempersiapkan investasi US$ 2,5 Milliar hingga tahun 2019, dari total investasi tersebut, Pertamina sudah mempunyai delapan titik eksplorasi pengeboran. Hingga kuartal 1 tahun 2016, produksi panas bumi yang dihasilkan mencapai 761,51 GWH, Pertamina pun masih tercatat aktif mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi
Dengan keseriusan untuk mengelola energi panas bumi sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah, dalam hal ini menteri BUMN harusnya mendukung penuh kinerja Pertamina untuk mengelola energi geothermal, bukan kemudian malah memerintahkan PLN untuk mengakuisi sahamnya. Sehingga sudah sewajarnya jika masyarakat menjadi resah dengan kebijakan menteri yang aneh ini, karena bagaimanapun juga Pertamina diharapkan secara mandiri bisa menyuplai kebutuhan minyak bumi dan gas di Indonesia, tentunya harapan masyarakat Indonesia yang ingin disampaikan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera mencabut keputusan ini. Bagaimanapun juga PLN dan Pertamina merupakan perusahaan plat merah yang mempunyai wilayah kerjanya sendiri sesuai undang-undang, jangan sampai karena instruksi sporadis malah menyebabkan kedua perusahaan ini berseteru