Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kapitalisme Digital, Ancaman terhadap Kebebasan atau Peluang Inovasi?

28 September 2024   17:15 Diperbarui: 28 September 2024   17:22 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Era digital telah membawa perubahan besar dalam hampir semua aspek kehidupan manusia, dari cara kita bekerja, berkomunikasi, hingga cara kita berbelanja dan mendapatkan informasi. Dalam konteks ekonomi, transformasi ini dikenal sebagai kapitalisme digital, di mana perusahaan teknologi besar seperti Google, Amazon, Apple, Facebook, dan Microsoft mendominasi pasar global. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan penting, apakah kapitalisme digital mengancam kebebasan individu, atau justru membuka peluang baru untuk inovasi dan kemajuan?

Kapitalisme Digital dan Penguasaan Pasar

Kapitalisme digital ditandai dengan dominasi beberapa perusahaan besar yang tidak hanya menguasai pangsa pasar yang signifikan tetapi juga memiliki pengaruh besar terhadap kebijakan publik dan dinamika sosial. Kekhawatiran utama di sini adalah tentang monopoli dan kontrol pasar. Ketika perusahaan seperti Google dan Amazon menguasai berbagai sektor, dari pencarian online hingga e-commerce, mereka memiliki kekuatan untuk menetapkan harga, mengontrol akses ke pasar, dan bahkan mempengaruhi keputusan konsumen.

Monopoli ini tidak hanya membatasi persaingan tetapi juga mereduksi pilihan bagi konsumen. Lebih dari itu, dominasi pasar oleh sedikit perusahaan besar ini memungkinkan mereka untuk mengumpulkan dan memonopoli data dalam jumlah besar, yang sering kali digunakan untuk memperkuat posisi mereka di pasar dan memperbesar jurang kekuasaan antara mereka dan para pesaing atau bahkan pelanggan.

Privasi, Pengawasan, dan Kebebasan Individu

Salah satu isu paling kritis yang muncul dari kapitalisme digital adalah privasi dan pengawasan. Perusahaan teknologi besar mengumpulkan data pribadi pengguna dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Data ini digunakan untuk berbagai tujuan, mulai dari meningkatkan layanan hingga menargetkan iklan yang lebih efektif. Namun, sering kali pengguna tidak menyadari sejauh mana data mereka dikumpulkan dan bagaimana data tersebut digunakan.

Penggunaan data ini tanpa persetujuan yang jelas menimbulkan ancaman serius terhadap privasi individu. Lebih jauh lagi, pengawasan yang dilakukan oleh perusahaan teknologi dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi perilaku konsumen atau bahkan pemilihan politik, seperti yang ditunjukkan oleh skandal Cambridge Analytica. Pengawasan semacam ini tidak hanya mengancam privasi tetapi juga kebebasan untuk berekspresi dan berpartisipasi dalam proses demokrasi.

Polarisasi Sosial dan Algoritma

Di samping masalah privasi dan pengawasan, kapitalisme digital juga berkontribusi terhadap polarisasi sosial. Platform media sosial seperti Facebook dan Twitter menggunakan algoritma yang memprioritaskan konten berdasarkan keterlibatan pengguna. Sementara ini dapat meningkatkan pengalaman pengguna, itu juga cenderung menciptakan "gelembung filter" di mana pengguna hanya terpapar pada informasi yang memperkuat pandangan mereka sendiri.

Akibatnya, masyarakat menjadi semakin terpolarisasi, dengan kelompok-kelompok yang berbeda semakin sulit untuk berkomunikasi dan memahami perspektif satu sama lain. Polarisasi ini tidak hanya memecah belah masyarakat tetapi juga membatasi ruang untuk diskusi yang konstruktif dan inklusif, yang penting untuk kesehatan demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun