Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Jejak di Pasir

10 September 2024   01:50 Diperbarui: 10 September 2024   01:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam demi malam berlalu dengan ketegangan. Suara-suara aneh terus terdengar, dan setiap kali seseorang mencoba mendekati pantai atau hutan, jejak itu muncul lagi, sekarang semakin dekat dengan desa, bahkan sampai ke depan rumah-rumah penduduk.

Kehidupan di Desa Tanjung Sari berubah drastis. Ketakutan menguasai setiap individu, dan aktivitas sehari-hari terhenti. Semua orang menunggu kedatangan paranormal yang diharapkan bisa memberikan jawaban atau solusi.

Akhirnya, seorang pria tua dengan jubah hitam tiba di desa. Dia diperkenalkan sebagai Ki Agus, seorang paranormal terkenal yang dikenal memiliki pengetahuan tentang makhluk halus dan kekuatan supernatural. Ki Agus segera melakukan ritual pembersihan dan melakukan komunikasi dengan roh-roh untuk mencari tahu lebih banyak tentang ancaman yang mengintai desa.

Selama beberapa hari, Ki Agus mengamati jejak-jejak di pantai, hutan, dan bahkan berbicara dengan beberapa penduduk desa tentang pengalaman mereka. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang sangat kuat dan kuno yang terbangun, sesuatu yang telah lama tertidur di laut dan kini terbangun kembali.

Pada malam hari yang kelima, Ki Agus melakukan ritual besar di pantai. Dia menggambar simbol-simbol kuno di pasir, menggunakan rempah-rempah dan dupa yang membakar aroma yang menyengat. Sementara itu, Pak Ahmad dan warga desa berkumpul di jarak aman, menonton dengan cemas.

Ritual itu berlangsung hingga tengah malam, dan suasana malam terasa sangat tegang. Tiba-tiba, suara geraman terdengar dari arah laut. Gelombang besar menghantam pantai, dan makhluk besar yang sama muncul lagi, kali ini dengan lebih jelas dan lebih menakutkan. Ki Agus tidak terpengaruh, tetap fokus pada ritualnya.

Ketika makhluk itu semakin dekat, Ki Agus mulai mengucapkan mantra-mantra yang kuat, sementara cahaya dari dupa menyala terang. Makhluk itu tampak semakin gelisah, berusaha menghindari cahaya dan suara dari ritual tersebut. Dalam pergulatan antara Ki Agus dan makhluk itu, tiba-tiba makhluk itu mengeluarkan teriakan keras dan melompat kembali ke laut, menghilang dalam kegelapan.

Suasana kembali tenang, dan Ki Agus menghentikan ritualnya. Warga desa merasa lega, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak boleh lengah. Meskipun makhluk itu tampaknya telah pergi untuk saat ini, mereka harus tetap waspada.

Pak Ahmad merasa sedikit lega tetapi masih merasa ada sesuatu yang belum selesai. Jejak di pasir, suara-suara misterius, dan makhluk besar itu masih menjadi misteri. Ki Agus memberikan pesan kepada penduduk desa bahwa makhluk itu adalah entitas kuno yang sangat kuat, dan mereka harus menjaga pantai dan hutan agar tetap bersih dari gangguan, serta menghormati alam sebagai bentuk peringatan dan perlindungan.

Desa Tanjung Sari kembali tenang, namun setiap kali Pak Ahmad melintasi pantai atau hutan, dia selalu memperhatikan jejak-jejak itu dengan hati-hati. Meskipun makhluk itu tidak lagi terlihat, Pak Ahmad tahu bahwa ancaman mungkin belum sepenuhnya berlalu. Jejak di pasir akan selalu menjadi pengingat akan kekuatan alam yang tidak bisa mereka kontrol, dan bahwa kadang-kadang, ada hal-hal di luar pemahaman manusia yang harus dihormati dan diwaspadai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun