Andi, seorang pemuda berusia 18 tahun, tumbuh dan menjalani kehidupan yang sederhana namun penuh dengan mimpi besar, dia hidup di Desa Sumber Hati, sebuah desa kecil yang dikelilingi oleh pegunungan dan persawahan yang luas. Kehidupan di desa ini berjalan lambat dan tenang, jauh dari hiruk-pikuk perkotaan.
Sejak kecil, Andi selalu terpesona dengan langit. Ia sering menghabiskan waktu berjam-jam duduk di bawah pohon besar di dekat rumahnya, menatap awan-awan yang bergerak lambat, dan membayangkan seperti apa rasanya terbang di atasnya. Impian Andi adalah menjadi seorang pilot, menerbangkan pesawat dan menjelajahi dunia dari ketinggian. Namun, di desa kecil seperti Sumber Hati, mimpi seperti itu dianggap terlalu tinggi dan tidak realistis.
Keluarga Andi adalah petani sederhana. Ayahnya, Pak Sarman, adalah seorang petani padi yang bekerja keras di sawah setiap hari, sementara ibunya, Bu Lestari, membantu di rumah dan mengurus kebutuhan keluarga. Meskipun hidup dalam kesederhanaan, orang tua Andi selalu mendukung anak-anak mereka untuk bermimpi dan berusaha keras mencapai apa yang mereka inginkan.
Namun, impian Andi untuk menjadi pilot sering kali menjadi bahan olok-olok di desa. "Anak petani ingin jadi pilot? Mana mungkin!" begitu sering orang berkata dengan nada meremehkan. Tetapi, Andi tidak pernah terpengaruh oleh kata-kata tersebut. Ia yakin bahwa dengan usaha dan doa, tidak ada yang tidak mungkin.
Setiap kali ada pesawat terbang melintas di atas desa, Andi selalu berhenti dan menatap langit. Di matanya, pesawat itu adalah simbol kebebasan dan petualangan. Ia sering kali mengimajinasikan dirinya berada di dalam kokpit, mengendalikan pesawat dan melihat dunia dari ketinggian. Namun, ia sadar bahwa jalan menuju mimpinya tidak akan mudah.
Selepas sekolah menengah, Andi harus memutuskan masa depannya. Sebagian besar teman-temannya memilih untuk tinggal di desa dan mengikuti jejak orang tua mereka sebagai petani. Namun, Andi tahu bahwa jika ia ingin mewujudkan mimpinya, ia harus pergi ke kota dan mencari pendidikan yang lebih tinggi. Dengan berat hati, Andi berbicara dengan orang tuanya tentang keinginannya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah penerbangan.
"Bu, Pak, Andi ingin jadi pilot," katanya suatu malam saat mereka duduk bersama di ruang keluarga yang sederhana.
Pak Sarman dan Bu Lestari saling berpandangan. Mereka tahu bahwa itu adalah mimpi besar dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi mereka juga tahu betapa besar keinginan anak mereka.
"Kalau itu memang yang kamu inginkan, kami akan mendukung, Nak," kata Pak Sarman dengan suara berat. "Tapi kamu harus tahu, itu tidak akan mudah. Kamu harus bekerja keras dan mungkin kita harus berkorban banyak."
Andi mengangguk dengan tegas. Ia siap untuk menghadapi segala tantangan demi mewujudkan mimpinya. Keesokan harinya, dengan dukungan orang tuanya, Andi mulai mencari informasi tentang sekolah penerbangan. Ia mengunjungi kantor pos desa untuk mengirimkan surat-surat aplikasi dan mengajukan permohonan beasiswa. Setiap malam, ia belajar dengan tekun untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian masuk.