Mohon tunggu...
Ervan Yuhenda
Ervan Yuhenda Mohon Tunggu... Lainnya - Independen

Berani Beropini Santun Mengkritisi, Warga Negara Indonesia, Pembaca Buku, Penonton Film, Pendengar Musik, Pemain Games, Penikmat Kopi, Senang Tertawa, Suka Berimajinasi, Kadang Merenung, Mengolah Pikir, Kerap Hanyut Dalam Khayalan, Mengutamakan Logika, Kadang Emosi Juga, Mudah Menyesuaikan Diri Dengan Lingkungan, Kadang Bimbang, Kadang Ragu, Kadang Pikiran Sehat, Kadang Realistis, Kadang Ngawur, Kondisi Ekonomi Biasa-Biasa Saja, Senang Berkorban, Kadang Juga Sering Merepotkan, Sering Ngobrol Politik, Senang Dengan Gagasan-Gagasan, Mudah Bergaul Dengan Siapa Saja, Namun Juga Sering Curiga Dengan Siapa Saja, Ingin Selalu Bebas, Merdeka Dari Campur Tangan Orang Lain. Kontak : 08992611956

Selanjutnya

Tutup

Beauty Artikel Utama

Peralihan dari Fast Fashion ke Sustainable Fashion

31 Mei 2024   00:51 Diperbarui: 31 Mei 2024   14:57 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dokumentasi Pribadi)

Dalam beberapa tahun terakhir, tren konsumsi di industri fesyen telah mengalami perubahan signifikan.

Peralihan dari fast fashion ke sustainable fashion mencerminkan kesadaran yang semakin meningkat akan dampak lingkungan dan sosial dari pilihan gaya hidup kita.

Perubahan ini bukan hanya sekedar tren, tetapi sebuah gerakan yang mendalam dengan implikasi jangka panjang bagi masa depan planet kita.

Fast Fashion, Kenyamanan dengan Konsekuensi yang Mahal

Fast fashion menawarkan pakaian dengan harga terjangkau dan desain yang selalu mengikuti tren terbaru. Pakaian-pakaian ini diproduksi dalam jumlah besar dan cepat untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus berkembang.

Namun, kenyamanan ini datang dengan konsekuensi yang serius. Industri fast fashion dikenal karena dampaknya yang merusak lingkungan---mulai dari penggunaan bahan kimia berbahaya, limbah tekstil yang besar, hingga emisi karbon yang signifikan selama produksi dan distribusi.

Produksi fast fashion sering kali menggunakan bahan sintetis seperti poliester yang terbuat dari minyak bumi.

Proses produksinya tidak hanya menghabiskan sumber daya alam yang berharga tetapi juga menghasilkan limbah dan polusi yang merusak lingkungan.

Misalnya, pewarna tekstil dapat mencemari air dan tanah, sementara mikroplastik dari bahan sintetis dapat mencemari laut dan merusak ekosistem laut.

Selain itu, praktik tenaga kerja yang eksploitatif di banyak pabrik fast fashion menimbulkan masalah etika yang serius. Banyak pekerja di negara berkembang bekerja dalam kondisi yang buruk dengan upah yang rendah dan jam kerja yang panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun