Mohon tunggu...
Genoveva Tersiandini
Genoveva Tersiandini Mohon Tunggu... Lainnya - penggemar wisata dan kuliner

Pensiunan pengajar di sebuah sekolah internasional.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Cat Cat Village: Tempat Suku Black Hmong Bermukim

28 Maret 2024   14:31 Diperbarui: 28 Maret 2024   14:35 1148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cat Cat Village terletak tidak jauh dari pusat kota Sa Pa. Kita bisa berjalan kaki untuk mencapai desa tersebut, dan itu yang kami lakukan saat mengunjungi Cat Cat Village. Pada tahun 2013 saya sempat mencoba mengunjungi desa tersebut tapi karena saat itu hujan, saya urung meneruskan perjalanan saya. Tentunya pada tahun itu keadaan Cat Cat Village berbeda jauh dengan keadaan tahun 2024 ini.

Pagi itu hujan tipis masih turun di kota Sa Pa. Kabut pun tak pergi-pergi. Sekitar jam 8 pagi kami turun ke restoran di hotel untuk sarapan. Kami berencana untuk pergi ke Cat Cat Village sekitar jam 9:30, jadi kami langsung check out dari hotel dan akan kembali lagi sebelum jam 5 sore karena kami akan dijemput oleh bus yang akan membawa kami ke stasiun kereta di Lao Cai untuk kembali ke Hanoi. Selesai sarapan kami segera kembali ke kamar hotel untuk mengambil barang-barang kami. Kami kemudian check out dan menitipkan tas kami sebelum pergi ke Cat Cat.

Ketika kami keluar dari hotel, kabut masih tebal dan hujan tipis masih turun. Kami pun berjalan menuju Cat Cat. Belum lama berjalan dari hotel, kami menemukan jalan yang kami lalui sedang dalam perbaikan. Ada pekerjaan pengerukan tanah, nampaknya mereka sedang membuat saluran gorong-gorong dan akan memperbaiki jalan. 

Dalam keadaan hujan yang intens, tentu saja jalanan yang berlumpur tersebut menjadi licin. Kami harus berhati-hati ketika berjalan agar tidak terpeleset. Setelah satu kilometer akhirnya kami sampai di pertigaan dan jalanannya lumayan bagus, tetapi relatif sempit. Kami ikuti jalan tersebut sambil sesekali melihat google map dengan harapan kami tidak dibawa putar-putar lagi. Setiap ada mobil atau motor yang lewat, kami segera menyingkir karena di Vietnam cara berkendaranya lebih 'heboh' dari orang Indonesia. 

Menurut saya cara orang Indonesia berlalu lintas sudah buruk ... dan di sana ternyata lebih buruk lagi. 'Mereka bawa kendaraannya gak ada akhlak' kata seorang kenalan  baru dari Indonesia yang kami jumpai di sana. Diam-diam saya mencoba membandingkan cara berkendara mereka pada tahun 2012 ketika pertama kali saya ke Vietnam dan tahun 2013  dengan tahun 2024 sekarang ... ternyata belum juga mengalami perubahan ... tetap sama ... 'old habits die hard' nampaknya. 😀

Setelah berjalan agak jauh dan lumayan lama akhirnya kami melewati toko-toko di kanan kiri jalan yang menjual baju-baju tradisional Sa Pa. Kami kemudian menemukan 'ticket booth' tidak jauh dari situ dan kami pun membeli tiket untuk masuk ke wilayah Cat Cat. Ketika masuk tiket kami diperiksa dan kami mulai menuruni anak tangga. Awalnya biasa saja, tapi lama kelamaan kok tidak ada hentinya. 

Di kiri kanan berjejer toko-toko yang menjual kerajinan tradisional seperti tas, baju, gelang, dompet, makanan kecil, kopi, dan banyak lagi. Kalau Anda memang suka berbelanja, pasti Anda akan merasa tergiur untuk membelinya. Di situ juga terdapat spot-spot foto yang instagramable. Bagi Anda yang suka berfoto-foto dengan latar seperti itu tak ada salahnya dicoba. 

Jalan menurun iti tak ada habisnya sampai akhirnya kami menemukan ada jalan datar dan di situ ada 'sign post' yang menunjukkan arah air terjun. Kami ikuti arah panah  tersebut dan turun tangga lagi. Para penjual banyak yang menawarkan dagangannya. Menuruni anak tangga yang jumlahnya lumayan banyak membuat lutut ini terasa agak sakit karena kami harus menahan langkah dan pijakannya agak sempit, selain itu licin pula karena hujan tipis masih turun, jadi kami harus berhati-hati. 

Setelah berjalan beberapa saat, akhirnya kami sampai di pertigaan dan di situ ada lagi panah yang menunjukkan arah ke air terjun. Kami harus menuruni anak tangga lagi. Lumayan juga jumlahnya. Bisa dibayangkan betapa lelahnya kaki ini karena hari sebelumnya kami baru saja menuruni beratus-ratus anak tangga dari Puncak Fansipan ke stasiun cable car (Fansipan station). 

Di kiri kanan jalan selain toko-toko kerajninan terdapat juga beberapa restoran yang menawarkan ayam hitam panggang (makanan khas Hmong) dan makanan lainnya. Tiba di bawah kami dapat melihat pemandangan yang instagrambale. Bagi saya biasa saja sih, di Indonesia malah banyak yang lebih bagus. Jujur saya agak kecewa dengan keadaan yang seperti itu karena saya mengharapkan desa yang masih asri. 

Saya mengharapkan dapat melihat bagaimana tempat tinggal orang-orang Hmong yang masih asli. Bangunan yang ada di sana sudah dibuat modern dan ada yang bergaya Eropa. Semua terlihat artificial. Tapi ya memang begitulah daerah wisata yang trendy. Di tempat itu ada sungai dan jembatan yang dipakai untuk berfoto. Di sungai yang tidak dalam terdapat semacam delta dan di situ terdapat beberapa kuda yang dapat digunakan oleh wisatawan untuk berfoto. Memang kalau dilihat di foto nampak indah. 

Jembatan yang banyak digunakan orang untuk berfoto (foto: dokpri)
Jembatan yang banyak digunakan orang untuk berfoto (foto: dokpri)

Banyak orang mengambil foto dengan latar ini (foto: dokpri)
Banyak orang mengambil foto dengan latar ini (foto: dokpri)

Board Walk di Cat Cat dengan bangunan yang tidak asli lagi (foto: dokpri)
Board Walk di Cat Cat dengan bangunan yang tidak asli lagi (foto: dokpri)

Di sana saya melihat ada banyak wisatawan lokal, Thailand, Cina dan beberapa wisatawan dari Eropa yang jumlahnya tidak terlalu banyak. Mereka banyak yang menyewa pakaian tradisional untuk berfoto-foto. Kami pun ikut menyewa pakaian tradisional yang ada di sana. Ketika sedang berjalan-jalan kami dihentikan oleh beberapa orang lokal untuk berfoto bersama. Kaget juga karena di sana banyak wisatawan yang muda-muda yang cantik-cantik seperti model, tapi tidak mereka pilih. Mungkin karena kami sudah terlihat berumur jadi aneh untuk mereka atau justru malah menarik 😀

Berfoto bersama nenek-nenek dari Hmong Tribe (foto: dokpri)
Berfoto bersama nenek-nenek dari Hmong Tribe (foto: dokpri)

Di bagian lain kita bisa melihat air terjun dan ada gedung bergaya Eropa di dekat air terjun. Di dekat gedung tersebut ada beberapa nenek Hmong yang sedang menenun dan tangan mereka berwarna biru karena terkena warna yang digunakan pada benang. Mereka menggunakan warna alami. Jadi kalau mau membeli hasil kerajinan Sa Pa sebaiknya beli di situ saja karena kalau yang di Hanoi ada yang sudah memakai pewarna kimia. Mungkin lebih mahal tapi kita kan mencari yang alami bukan? Kita hargai juga hasil jerih payah mereka karena proses pembuatan kain atau tas tentunya memakan waktu yang lama ... sama seperti pembuatan batik atau tenun di seluruh Indonesia.

Air Terjun: salah satu objek foto di Cat Catr (foto: dokpri)
Air Terjun: salah satu objek foto di Cat Catr (foto: dokpri)

Bangunan bergaya Eropa di tepi sungai (foto: dokpri)
Bangunan bergaya Eropa di tepi sungai (foto: dokpri)

Bangunan gaya Eropa di sebelah tempat suku Hmong menenun (foto: dokpri)
Bangunan gaya Eropa di sebelah tempat suku Hmong menenun (foto: dokpri)

Tempat bagi orang-orang Hmong untuk menenun (foto: dokpri)
Tempat bagi orang-orang Hmong untuk menenun (foto: dokpri)

Sebelum kami pulang, kami mengembalikan baju yang kami sewa lalu mampir di salah satu warung yang ada di situ karena hari sudah siang dan perut sudah keroncongan. Rasa makanan biasa saja tidak istimewa, tetapi karena kami lapar dan butuh tenaga untuk kembali ke atas, ya kami makan saja. Selesai makan kami kembali ke atas. 

Ketika sampai di pertigaan pertama banyak tukang 'ojek' yang menawarkan jasa mereka. Awalnya kami menolak dan berjalan menghindar dari mereka untuk melihat perkampungan lain. Tapi kemudian teman saya mengatakan kalau tangga yang harus kami tapaki lumayan banyak dan kami pasti akan kelelahan. 

Satu teman awalnya menolak naik 'ojek' karena takut dengan cara mengemudi mereka, namun akhirnya dia setuju untuk naik 'ojek' setelah dia tahu ada helm dan pengemudinya cukup kelihatan bonafide. Kami minta diturunkan di Stone Church Sa Pa. Ternyata perjalanannya lumayan jauh dan harga yang kami sepakati adalah 80,000 Viet Dong. Ketika kami tiba kami pun sepakat untuk memberi lebih karena memang lumayan jauh dan menanjak.

Jalan menuju desa (foto: dokpri)
Jalan menuju desa (foto: dokpri)

Jalan desa yang lengang (foto: dokpri)
Jalan desa yang lengang (foto: dokpri)

Kabut yang belum juga mau menyingkir (foto: dokpri)
Kabut yang belum juga mau menyingkir (foto: dokpri)

Kami masih memiliki waktu beberapa jam. Kami pun sepakat untuk duduk-duduk di Sa Pa square ... tentu saja beberapa penjual barang kerajinan mendekati. Teman-teman saya termakan rayuan mereka dan membeli beberapa barang yang ditawarkan. Karena kami masih punya cukup waktu sebelum kembali ke hotel jam 4:40, akhirnya kami putuskan untuk menikmati kue dan kopi di the Little Gecko yang ada di seberang square. 

Saya seperti biasa memesan hot chocolate dan mousse chocolate (ini karena kue yang saya inginkan sudah dipesan teman saya jadi saya memesan yang lain. Kami sepakat pilihan makanan harus berbeda agar masing-masing  bisa saling mencoba), teman saya memesan egg coffee dan passion fruit mousse cake  (? nama tepatnya saya lupa) dan teman saya yang satunya memesan coconut coffee dan apple strudle. Terus terang menurut saya yang paling enak passion fruit mousse cake karena rasanya segar dan tidak magtig. Hot chocolate yang mereka sajikan juga enak dan sesuai dengan selera saya. 

Kami ngobrol sambil mengamati keadaan sekitar. Kala itu ada panas matahari walaupun tidak lama ... dan kami sempat berujar "coba kemarin di Fansipan seperti ini" ... tapi memang itu bagian dari perjalanan ... tidak semua seperti yang kita harapkan. Walaupun berkabut banyak pengalaman yang kami dapatkan dari sana. Mungkin pemandangan yang seperti di iklan-iklan tidak kita dapatkan, tetapi sensasi dan pengalaman lain yang kami dapatkan.

Sa Pa Square (foto: dokpri)
Sa Pa Square (foto: dokpri)

Sa Pa ketika kabut agak menepi (foto: dokpri)
Sa Pa ketika kabut agak menepi (foto: dokpri)

Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 4:00 petang. Kami segera membayar dan berjalan kembali ke hotel. Tapi saya melihat di situ ada 'chestnut' kacang yang enak disantap ketika udara dingin dan sayangnya tidak pernah saya temukan di Indonesia. Saya pun membelinya. Ketika sudah dekat hotel, kami berhenti karena kedua teman saya mau membeli bahn mie untuk bekal di kereta, sementara saya masih merasa kenyang karena baru saja makan kue yang cukup 'rich'. Tiba di hotel kami masih sempat untuk bebersih diri sebelum jemputan yang akan membawa kami ke Lao Cai tiba. Tepat jam 5 petang kami dijemput. Perjalanan ke Lao Cai hanya memakan waktu 45 menit dalam suasana berkabut. 

Saya melihat bahwa daerah ini sudah berkembang. Jalannya tidak sempit seperti 10 tahun yang lalu, jauh lebih nyaman. Tiba di Lao Cai kami turun di stasiun. Kami harus menunggu cukup lama ... akhirnya kami ditunjukkan oleh pegawai loket di mana kami bisa menitipkan barang-barang kami. Setelah kami menitipkan barang-barang bawaan kami, kami pun menyempatkan diri untuk berjalan-jalan di sekitar stasiun. 

Kami mampir di sebuah rumah makan dan makan malam di situ. Pukul 9 malam kami kembali ke stasiun kereta dan setelah mengambil barang-barang kami, kami segera naik ke dalam kereta. Saat itu penumpang kereta tidak banyak jadi kami mendapat satu kabin untuk bertiga. Beruntung karena kami tidak perlu berbagi tempat dengan penumpang lain. Kereta Sapaly yang kami naiki cukup bersih. Di kabin disediakan air minum, snack, sandal kabin, sikat gigi dan pasta giginya. Toilet dan wastafel yang ada di kereta juga relatif bersih, tissue paper tersedia banyak. Jadi di Vietnam toilet umumnya cukup bersih dan kita tidak perlu takut tidak ada tissue. Tidak hanya di restoran, hotel atau tempat perbelanjaan besar, tapi di warung kecil pun kita tidak merasa jijik untuk ke toilet. 

Setelah mencuci muka dan menggosok gigi, kami pun segera tidur karena keesokan harinya kami akan melanjutkan perjalanan ke Ha Long Bay dari Hanoi. Sampai jumpa di Ha Long Bay.

gmt/28/03/2024

sumber foto: dokumen pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun