Hari ini adalah hari terakhir kami di Sumba. Esok pagi kami harus kembali ke Jakarta. Acara hari ini masih sepadat hari-hari sebelumnya. Seperti biasa saya sudah terbangun pada jam 5 pagi. Saya coba menghubungi teman di kamar lain yang ternyata sudah bangun juga. Pagi itu kami berdua ingin berjalan-jalan di sepanjang pantai di dekat hotel.Â
Kami pun menuju pantai yang letaknya di belakang hotel ... tapi ternyata pantai itu pantai yang ditumbuhi mangrove, jadi kami urungkan niat berjalan-jalan di pantai. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel. Pokoknya kami ikuti saja kemana kaki ini membawa kami. Akhirnya kami sampai di pantai dan bisa mendapatkan sisa-sisa sunrise. Tetap indah.
Selepas berkeliling di sekitar hotel kami kembali ke kamar masing-masing untuk mandi lalu kemudian sarapan karena hari ini kami masih harus mengunjungi beberapa tempat lagi sebelum akhirnya kembali ke Jakarta di pagi hari.
Setelah sarapan kami menunggu Alfons yang sedang mengisi BBM. Rupa-rupanya mereka harus mengantri untuk mendapatkan BBM. Jam 8:30 Alfons tiba dan kami segera berangkat menuju Bukit Hiliwuku. Seperti sebelumnya pemandangan yang kami dapatkan adalah bukit-bukit gersang namun indah. Karena sebelumnya kami sudah melihat bukit-bukit semacam itu, mata kami menjadi terbiasa. Kata-kata kagum yang hari sebelumnya meluncur bertubi-tubi dari mulut kami tidak lagi keluar. Pagi itu yang keluar dari mulut kami hanyalah celotahan dan canda tawa. Namun rasa kagum itu tetap ada di dalam hati kami.
Satu jam kami habiskan dalam perjalanan. Akhirnya kami tiba di sebuah warung (yang masih tutup). Kami pun turun dan mulai menapaki bukit-bukit gersang tersebut di bawah siraman panas matahari. Tentu saja kami gunakan kesempatan tersebut untuk bergaya dan berfoto.Â
Matahari semakin tinggi dan panasnya pun semakin menyengat. Sesi foto kami akhiri dan kami kembali ke warung yang sudah buka. Kopi Sumba pun dipesan dan kami pun mulai berbincang-bincang dengan 'mama' pemilik warung. Saya tertarik dengan kalung khas Sumba yang dikenakannya. Rupanya itu kalung warisan sehingga ketika mau saya beli tidak diberikan. Harganya pun lumayan mahal. Menurut Alfons kalau mau beli bisa cari di penggadaian dan dijamin kalungnya asli bukan abal-abal.