Di tulisan saya sebelumnya tentang Banyuwangi saya bercerita tentang kunjungan saya ke Taman Nasional Blauran dan Waduk Bajulmati. Kali ini tulisan tentang perjalanan saya ke Banyuwangi akan saya lanjutkan dengan bercerita tentang pengalaman saya mendaki Puncak Ijen.
Setelah beristirahat melepas lelah dengan tidur di hotel setelah sepanjang pagi dan siang mengunjungi Blauran dan waduk Bajulmati, pada malam hari sesuai janji pemandu/pengemudi kami menjemput kami di hotel untuk makan malam. Dia membawa kami ke suatu restoran di daerah perbukitan. Udaranya sejuk malah agak dingin. Karena masih kenyang, kami hanya makan makanan kecil dan minum minuman hangat saja di tempat itu. Jam sembilan malam kami diantar kembali ke hotel untuk bersiap-siap dan mungkin tidur sejenak karena kami akan dijemput lagi sekitar jam 11 malam.
Kami gunakan waktu yang tersisa untuk tidur-tiduran sambil ngobrol ngalor ngidul karena sulit sekali untuk tidur. Jam 11 tepat kami sudah dijemput dan perjalanan menuju Ijen pun dimulai.Â
Jalannya gelap dan berkelok-kelok. Setelah beberapa waktu akhirnya kami sampai di parkiran kendaraan. Saat kami tiba belum banyak mobil yang parkir di sana karena kami tiba cukup pagi. Untuk itu kami gunakan waktu dengan duduk-duduk di warung sambil menunggu pemandu yang akan membawa kami ke puncak. Kami makan pisang goreng panas dan minum teh hangat untuk menghangatkan badan  karena udaranya sudah semakin dingin. Kami juga mulai mengenakan jaket tebal kami.
Setelah berkenalan dengan pemandu kami serta mendapatkan peralatan yang dibutuhkan (gas mask), sekitar jam setengah empat pagi kami mulai pendakian menuju puncak Ijen. Wow jalannya menanjak terus dan bisa dibilang tidak ada bonus kecuali menjelang puncak. Kalau untuk saya, trek pendakian ini sangat mewah karena jalannya bagus dan lebar jadi tidak susah. Menguras tenaga? Sudah pasti!Â
Ketika kami mendaki ada banyak kereta dorong yang menawarkan jasa mereka untuk membawa wisatawan ke puncak maupun turun dengan biaya yang tidak sedikit tentunya . Kereta-kereta dorong tersebut sebenarnya digunakan untuk mengangkut belerang yang mereka tambang. Nah ... dengan banyaknya wisatawan, kereta dorong tersebut juga digunakan untuk mengangkut penumpang yang tidak kuat atau yang malas mendaki atau bahkan turun. Ini menjadi pendapatan lain bagi mereka.Â
Pelan-pelan saya tapaki jalan menuju puncak. Keringat mengucur dengan deras dan jaket yang saya gunakan pun saya lepaskan karena gerah. Terkadang saya berjalan sendirian karena teman saya berada jauh di belakang (ini adalah pengalaman pertama dia mendaki gunung), sementara beberapa bule yang tadinya berada di belakang saya sudah menyusul jauh di depan. Ada perasaan takut juga sebenarnya, sendirian 'in the middle of nowhere'. Â Kadang saya mendengar suara 'kresek-kresek' di balik pepohonan, dan bulu kuduk ini langsung berdiri. Saat mendengar ada suara manusia di depan, langkah saya cepatkan supaya paling tidak saya memiliki teman dan tidak sendirian.Â
Ketika tiba di warung menjelang puncak, saya sempatkan untuk beristirahat sambil menunggu teman saya tiba. Cukup lama saya menunggu, akhirnya sampai juga dia di warung tersebut. Setelah menunggu dia mengumpulkan tenaganya kembali, kami lanjutkan perjalanan menuju puncak. Namun seperti sebelumnya saya sudah berada jauh di depan dan sekitar jam 4:30 saya sudah sampai di puncak. Saya pun menunggu di tepi kawah dengan harapan dapat bertemu dengan teman saya dan pemandu kami dengan mudah.Â
Cukup lama saya menunggu di sana dan tidak menemukan teman saya tersebut. Hari pun sudah mulai agak terang dan saya takut kehilangan momen untuk melihat blue fire.Â
Ada pemandu yang menawarkan jasa untjk mengantarkan saya ke bawah untuk melihat blue fire, tapi saya menolak karena saya masih berharap dapat bertemu dengan teman dan pemandu kami. Akhirnya saya putuskan untuk berjalan terus sampai ke jalan yang menuju ke bawah/kawah. Di sana saya sempat 'celingak celinguk' sendiri, kemudian ada orang yang memanggil saya. Oh rupanya teman saya dan pemandu kami sudah ada di sana dan menunggu saya. Nampaknya saat dia melewati tempat saya menunggu saya tidak melihatnya, demikian pula sebaliknya.