Setelah membaca sebuah tulisan yang dimuat di kompas.com yang membahas tentang sebuah titik terbaik di sungai Ciliwung, saya tertarik untuk mencarinya. Kenapa?Â
Pertama, karena tempat tersebut tidak jauh dari tempat saya tinggal dan sebagian jalan menuju ke tempat tersebut sangat saya kenal dan merupakan rute jalan pagi saya saat saya sedang berada di Bogor.
Pada hari Minggu pagi, dengan berbekal tulisan dari kompas.com, bersama kakak saya, saya mulai mencari tempat yang dimaksud. Tidak sulit menemukan jembatan-jembatan yang disebutkan dalam tulisan kompas.com.Â
Kebingungan muncul saat kami sampai di jembatan Lebak Pilar. Kami sempat menyeberangi jembatan tersebut untuk mencari gang Gonggo. Setelah bertanya kepada pemilik warung yang berada di ujung jembatan, kami baru sadar bahwa kami telah salah jalan. Rupanya kami tidak perlu menyeberangi jembatan tersebut.Â
Kami pun berjalan kembali menyeberangi jembatan ke tempat semula. Dari sana kami berjalan ke kiri dari jembatan dan mencari Gang Gonggo. Atas bantuan penduduk setempat kami pun menemukan jalan menuju Gang Gonggo.
Kami berjalan melewati perumahan penduduk, dan tentu saja kami tak lupa bertanya beberapa kali agar tidak tersesat. Setelah mencapai daerah Gonggo, kami harus mencari kandang kambing yang disebutkan di dalam tulisan yang saya baca. Setelah tiba di kandang kambing, kami mencari tangga yang disebutkan tulisan tersebut, namun tangga yang dicari tidak kami temukan.Â
Kami pun berjalan terus di jalan setapak tersebut dan akhirnya sampai di jalan Ceremai Ujung. Kami yakin bahwa tempat yang kami cari sudah terlewat.Â
Di situ saya kembali bertanya kepada pemilik warung yang ada di ujung gang tepat di tepi jalan besar dengan menunjukkan foto yang ada di tulisan di kompas.com.
Setelah melihat foto yang saya tunjukkan, pemilik warung memberitahu kami bahwa tempat yang kami cari adalah Leuwi Adam dan menyarankan kami untuk kembali menyusuri gang yang kami lewati sampai ke kandang ayam, lalu bertanya kepada orang-orang yang ada di sana untuk menunjukkan jalannya. Berbekal nama tempat yang baru saja diberikan, kami berjalan kembali ke arah kandang ayam.
Sampai di kandang ayam, kami melihat ada seorang bapak yang sepertinya baru bangun tidur. Saya pun bertanya kepadanya. Dengan agak heran, dia menanyakan tujuan kami pergi ke Leuwi Adam.Â
Mungkin dia pikir 'ngapain dua perempuan ini ke bantaran sungai'? Â Bapak yang bernama Pak Gandhi itu kemudian mengantarkan kami menuju kandang kambing yang sudah kami lalui sebelumnya.Â
Dia lalu menuju ke sebuah jalan turun yang tertimbun sampah. Alamak, pantas saja kami tidak menemukan tangga. Rupanya tangga yang dimaksud adalah sebuah turunan dari tanah  yang penuh sampah. Jalan tersebut lumayan licin karena malam sebelumnya Bogor diguyur hujan cukup deras.
Kami pun harus berhati-hati turun dan sampailah kami di 'hutan mini'. Kami harus melewati hutan mini yang cukup lebat hingga sampai ke bantaran sungai yang dimaksud.Â
Sungai tersebut memang memiliki tebing di kiri kanannya dan aliran sungannya sangat deras. Kami harus sangat berhati-hati karena bebatuan yang ada di situ penuh lumut dan jika terpeleset ... 'nyemplung deh' dan yang pasti akan terbawa arus yang deras sampai entah ke mana.Â
Menurut Pak Gandhi, jika terjadi banjir air sungai yang saat itu berada jauh di bawah dapat naik sampai ke atas membanjiri hutan mini tersebut sampai ke 'tangga sampah' tempat kami turun tadi. Pak Gandhi juga mengatakan kami bisa juga melihat tebing Ciliwung dengan lebih jelas dari belakang tempat pemancingan.Â
Setelah mengambil beberapa foto, kami kemudian kembali ke atas dan menuju ke tempat pemancingan. Di sana, kami 'celingak-celinguk' mencari jalan menuju bantaran sungai. Seorang bapak di kejauhan menanyakan tujuan kami, kemudian menunjukkan jalannya setelah tahu tujuan kami.Â
Sesampai di bantaran sungai kami berjumpa dengan Pak Dian yang sedang memeriksa kerambanya. Rupanya di situ terdapat cukup banyak keramba.Â
Dari Pak Dian kami tahu bahwa tempat tersebut bernama Leuwi Adam dan tempat yang sebelumnya kami kunjungi bernama Leuwi Atoh. Leuwi Adam ini sebenarnya berada tepat di belakang jalan A.Yani. Pak Dian juga bercerita bahwa daerah Leuwi Atoh yang sebelumnya kami kunjungi cukup angker. Apakah karena itu kami diantar oleh Pak Gandhi sampai ke sungai? Hmmmm ...
Pak Dian juga bercerita kalau Leuwi Adam akan dijadikan kawasan wisata, sehingga beberapa tempat sudah mulai ditata menjadi lebih baik.
Saat sedang berbincang-bincang, saya tertarik dengan pipa-pipa kecil yang dihubungkan ke tebing. Pak Dian mengatakan pipa-pipa tersebut dihubungkan dengan mata air.Â
Rupanya di tebing tersebut terdapat mata air dan airnya dialirkan ke masjid melalui pipa-pipa yang saya tanyakan tadi. Wow ... masih ada mata air rupanya.
Pak Dian juga mengatakan  mata air tersebut pernah diteliti untuk melihat kadar keasamannya dan apakah aman untuk diminum. Menarik sekali, kita masih dapat menemukan mata air di kota!
Matahari sudah terasa semakin panas, kami pun memutuskan untuk pulang. Pengalaman dan pengetahuan baru kami dapatkan melalui kegiatan jalan pagi hari ini.Â
gmt13/06/21
Sumber foto: milik pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H