Lingkungan pergaulan tanpa batas cenderung membuat kita khawatir, sehingga tidak memiliki kapasitas lebih untuk mengorbitkan kader sebagai pemikir pejuang yang produkit melainkan kita malah mencetak kader hanya sebagai pengikut yang konsumtif  dan pragmatis.
Pelajaran politik harus kita dalami untuk mencapai apa yang di sebut bung karno dalam pidato satu juni yaitu "political independence", dengan demikian akan menjadi kekuatan kita untuk mencapai merdeka, GmnI jaya, Marhaen menang, jika tidak itu hanya menjadi slogan atau wacana liar yang kita kumandangkan hanya pada kegiatan-kegiatan serimonial organisasi.
Kita harus mampu memiliki ketajaman pisau analisis yang berasaskan marhaenime sehingganya kita mampu melahirkan gagasan-gasan produktif dalam meningkatkan kesiapan kapasitas kita menyambut era berganti.Â
Di sisi lain kita juga harus mampu menelisik realitas yang tergabung dalam sudut pandang bebeda dan menjadikannya suatu keseimbangan untuk terus mendayung bahtera GMNI ini agar tidak tenggelam.
Ini tugas kita bersama dalam menata, dan memperbaiki organisasi agar lebih baik ke depannya secara dinamis. Dialektika kita harus bertumpuh pada kemanusiaan sehingga tidak memicu kontraversi sudut pandang melainkan saling mengapresiasi dan memupuk semangat gotong royong sebagai tajuk utama dalam menciptakan lingkungan organisasi yang haromnis.Â
Tulisan saya ini berangkat dari refleksi dan kritik dalam membangun peradaban GMNI ke puncak ke-emasannya. Terus terang bahwa apa yang kita alami harus menjadi pelajaran penting, tapi tidak melehmakan kita sebagai insan pejuang dalam melakukan penyelaman mencari mutiara - mutiara revolusi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI