Mohon tunggu...
GmnI IS UNP
GmnI IS UNP Mohon Tunggu... Buruh - Platfrom perjuangan

Kumpulan tulisan Kader GmnI Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Membaca Ulang Nasionalisme Kita

20 Juli 2023   13:34 Diperbarui: 20 Juli 2023   13:36 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selayang Pandang Nasionalisme

Kita meneriakkan nasionalisme, tapi berpikir, berbicara, dan bertindak layaknya seorang ultranasionalis dan chauvinis. Kita beramai-ramai mengaku satu dalam payung Nasionalisme tapi terjerumus pada primordialisme . Kita nasionalis tapi hanya cangkang, yang sebenarnya oportunistik. Sebenarnya apa itu nasionalisme? Apakah nasionalisme hanya jargon 17-an? atau hanya berupa sikap yang ditunjukan ketika berhadapan dengan mereka yang tidak sebangsa dengan kita ? Dimanakah seharusnya kita meletakkan nasionalisme kita ?

Dalam tulisan ini kita sama-sama akan membaca ulang arti nasionalisme sesungguhnya. Nasionalisme yang seharusnya ada, karena tanpa adanya  nasionalisme niscaya bangsa Indonesia akan dapat maju, takkan dapat bersaing dengan bangsa lain, jika nasionalisme rakyat Indonesia masih melenceng, masih jauh dari konsepsi nasionalisme sesungguhnya. Tidak hanya tau, tapi mengetahui pula urgensi  dari nasionalisme itu sendiri. Pada alinea awal ini saya tegaskan pula, bahwasannya setiap pembaca dapat mendefinisikan nasionalisme nya sendiri, tulisan ini bukan sebagai ajang doktrinasi  atau edukasi penulis, karena penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini.

Konsepsi Nasionalisme jika dikaji secara etimologi merupakan kata serapan dari nationalism dalam bahasa Inggris dan jika dilihat dari studi semantik kata tersebut merupakan serapan dari bahasa latin yang bermakna natio yang bermakna 'saya 'lahir'. Dari kata tersebut lahirlah konsep nasionalisme, sebuah konsep yang menunjukkan komunitas manusia  (Bangsa) yang hidup dalam kawasan tertentu dan dinaungi dalam satu pemerintahan.

 Ernest Renan seorang filsuf dari Perancis berpendapat bahwasanya untuk menciptakan bangsa yang memiliki nasionalisme harus terlebih dahulu  melalui riwayat atau sejarah yang sama, dan rakyat tersebut harus bersedia terikat menjadi satu bangsa. Nasionalisme bukan bicara mengenai ras, warna kulit, agama, ideologi, maupun kepentingan tertentu. Syarat nasionalisme hanyalah bersedia terikat pada satu kesatuan, dan bersedia pula mengabdikan hidupnya untuk kepentingan bersama.

            Sebagai pelengkap dan penyempurna definisi nasionalisme penulis mengutip pidato 1 Juni 1945 oleh Bung Karno yang nantinya akan kita peringati sebagai hari lahirnya Pancasila.

"Kita bukan saja harus mendirikan negara Indonesia Merdeka tetapi kita harus menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa... Internasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur, kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme. Justru inilah prinsip-prinsip saya yang kedua. Inilah filosofiseli principle yang nomor dua; yang saya usulkan kepada Tuan-tuan, yang boleh saya namakan 'internasionalisme'."

Sehingga sempurna lah definisi nasionalisme itu, nasionalisme yang mempunyai kecintaan individu dan kelompok terhadap bangsa dan negaranya tetapi tetap memelihara hubungan baik dengan negara lain. Hal ini secara sederhana sebagai nasionalisme humanis. Nasionalisme yang memanusiakan, nasionalisme yang menghidupkan, dan mensejahterakan seluruh manusia.

Das Sein Nasionalisme Bangsa Indonesia saat ini

Berkaca dari fenomena pandemi Covid-19 yang saat ini hampir tuntas di Indonesia. Pandemi sebagai sebuah kegemparan massal di seluruh dunia termasuk di Indonesia yang seharusnya seluruh stakeholder dalam masyarakat turut ambil peran dalam percepatan penyelesaian masalah, seringkali di beberapa kesempatan disalah artikan oleh oknum-oknum yang ingin mengeruk kekayaan. Jika kita tinjau maka hal ini merupakan sebuah kejahatan terhadap humanisme. Oknum yang dipercaya memiliki kuasa untuk membantu masyarakat malah melakukan praktik-praktik penyelewengan. Tak jarang di media sosial dan media informasi lainnya adanya komersialisasi dalam bidang kesehatan dan bentuk-bentuk kejahatan terhadap nasionalisme humanisme lainya.

Satu kasus lainnya ketika terjadi sengketa budaya antara Indonesia dan Malaysia  terhadap beberapa kesamaan budaya. Malaysia mengklaim rendang, batik, wayang dan berbagai budaya lainnya. Ada beberapa oknum di masyarakat Indonesia yang mengklaim dirinya adalah nasionalis karena melakukan serangan dalam berbagai bentuk terhadap negara Malaysia dalam konotasi yang negatif. Sebagai warga masyarakat yang baik, sudah seharusnya kita melek akan sejarah, tidak hanya sejarah bangsa kita sendiri. tetapi sejarah kebudayaan. Karena sebelum masuknya kolonialisme dan imperialisme barat, Indonesia dan malaysia merupakan satu rumpun kebudayaan. sehingga klaim - klaim tersebut mungkin saja dilakukan.

Sebagai disclaimer saya bukan berusaha membela Malaysia atas klaim yang dilakukan tetapi mengkritik tuna-historis oknum yang melakukan tindakan demikian atas nama nasionalisme. Bagi penulis hal ini merupakan sebuah miskonsepsi yang harus diluruskan. Bahwasannya bicara nasionalisme tidak hanya dalam artian sempit, bahwasannya nasionalisme merupakan suatu bentuk membela negara secara mati-matian ketika sebagian dari kekayaan budaya Indonesia diklaim oleh Malaysia. Kita bisa melawan tapi tidak dengan cara amatiran, dengan cara merendahkan dan mengkerdilkan suatu bangsa lainnya. Karena ini berlawanan dengan asas nasionalisme bangsa Indonesia yang humanistik.

Hal-hal seperti ini  merupakan kekeliruan besar. Sebuah bias pemikiran yang mengantarkan bangsa pada dekadensi dan cacat berfikir.  Seorang Nasionalis sejati tidak boleh mengartikan nasionalis secara sempit, nasionalisme tidak boleh juga dijadikan alat kekuasaan, nasionalisme tidak boleh pula hanya jadi topeng. Nasionalisme harus nyata dalam sikap dan perbuatan.

Jika seorang nasionalisme dibawa jatuh ke jurang ekstrim maka lahirlah imperialisme dan perang. Tapi bila redup pula nasionalisme itu, maka intervensi,subversi bahkan invasi merupakan ancaman yang nyata.

Das sollen Nasionalisme

Terdapat setidaknya lima prinsip nasionalisme, yakni; Pertama,  yaitu kesatuan dan Persatuan.  Nasionalis sejati harus memahami bahwasanya Indonesia merupakan negeri yang beragam. Keberagaman yang harus dimaknai sebagai keindahan sekaligus kekuatan.

Kedua, yaitu kebebasan dan membebaskan . Kebebasan yang dimaksud bukanlah kebebasan tanpa batasan. Kebebasan dalam hal ini haruslah memiliki relevansi dengan hukum dan tata sosial di masyarakat. Kebebasan dan membebaskan yang tidak mengintervensi individu untuk dapat memeluk agama, berbicara, berpendapat, berkelompok serta berorganisasi dengan catatan tidak melanggar norma dan hukum.

Ketiga,yaitu kesamaan. Sama dimata hukum, tak pandang bulu, tak pandang jabatan dan kekuasaan. Indonesia merupakan negara hukum sehingga masyarakat harus tunduk pada hukum. Seorang nasionalis tidak boleh bertindak melanggar hukum, tak boleh pula menomorduakan hukum, apalagi bertindak menyimpang dari hukum demi nasionalisme tersebut.

Keempat, yaitu berkepribadian. kepribadian yang mencerminkan budaya bangsa dan kuat pula identitas keIndonesiaan nya. Kepribadian yang menunjukkan harga diri, rasa bangsa, dan rasa sayang terhadap Bangsa Indonesia.

Kelima, yaitu prestasi. Masyarakat Indonesia harus memiliki cita-cita untuk memajukan negara. Dengan menjadi seorang yang berguna bagi bangsa dan negara bukan menjadi seorang yang menjadi beban negara. Dengan prestasi pula, harkat dan martabat sebuah bangsa akan mendapatkan pengakuan dari negara lain.

Dengan nasionalisme yang terpuruk dalam sanubari setiap masyarakat bangsa Indonesia akan semakin siap untuk menghadapi rintangan dan kesulitan di masa depan. Nasionalisme adalah sebuah kunci utama bagi masyarakat untuk memajukan Indonesia di tengah arus globalisasi dan siap untuk menghadapi Indonesia emas 2024 nantinya. Sebagai penutup saya ingin sama-sama mengajak pembaca untuk melakukan refleksi dan proyeksi untuk kepentingan bersama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun