"Oma opa yang mana?" tanya sahabatku lagi. Ia mencondongkan badannya ke kiri dan ke kanan untuk melihat.
"Yang duduk di sana itu, lho! Yang di belakang meja mereka ada lukisan pemandangan rumah," jelasku.
"Hah? Di meja yang ada lukisan pemandangan rumah? Kamu yakin?" balas sahabatku.
"Iya. Mereka sedang mengobrol. Sepertinya obrolan mereka seru sekali," jawabku sambil memandang oma dan opa tersebut tanpa menghiraukan sahabatku. Oma dan opa tersebut patut dijuluki pasangan serasi, pikirku.
"Nggak ada siapa-siapa di sana!" seru sahabatku.
Aku langsung menoleh ke arahnya, memandang wajah sahabatku yang seolah-olah mengatakan bahwa aku ini bohong. Lalu segera memalingkan wajahku ke meja yang di belakangnya ada lukisan pemandangan rumah. Oma dan opa tersebut masih di sana. Mereka melihat ke arahku saat aku melihat ke arah mereka.
"Ada, kok," kataku. "Mereka masih duduk di sana. Sekarang mereka melihat ke arah kita," lanjutku tanpa memalingkan wajahku dari wajah oma dan opa tersebut.
"Kamu mimpi di siang bolong! Nggak ada siapa-siapa di sana! Berhenti melihat ke arah sana!" hardik sahabatku.
"Tapi.... mereka sekarang tersenyum padaku dan melambaikan tangannya," jawabku. Tiba-tiba bulu kudukku meremang. Tangan dan kakiku terasa dingin.
"Makanan datang!" ujar sahabatku sambil menoleh ke arah berlawanan dari tempat duduk oma dan opa tersebut. "Ayo makan dulu. Pasti itu efek kelaparan, makanya kamu berhalusinasi," kata sahabatku.
Aku memperhatikan hidangan yang dibawa oleh mbak pelayan. Setelah mbak pelayan mempersilakan kami makan dan pergi, aku kembali menoleh ke arah meja tempat oma dan opa tadi duduk.