Mohon tunggu...
Grant Gloria
Grant Gloria Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Menulis untuk berbagi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Astaga, Ya Saman!

30 September 2016   22:20 Diperbarui: 30 September 2016   22:32 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari ini boleh dibilang hari yang ditunggu oleh kami, grup penari Pal-Dance. Kami akan mengisi acara di ulang tahun sebuah organisasi yang cukup terkenal di kota pempek. Selain kami, ada juga grup lain yang mengisi acara. Ada penari Gending Sriwijaya dari Sanggar Tari Cek Siti, ada beberapa penyanyi yang jam terbangnya sudah cukup tinggi, dan tak ketinggalan MC Wong Kito Galo yang terkenal. Karena ini acara besar, kami beberapa kali berlatih bersama.

Suasana ruang tunggu di belakang panggung begitu hiruk-pikuk. Ada beberapa laki-laki penari yang sedang memasang tanjak. Yang perempuan ada yang sedang memasang hiasan bunga di kain songketnya. Satu orang yang tak lepas dari pandanganku, Merika, sedang membetulkan kuku tembaganya. Dia adalah salah satu penari Gending Sriwijaya, tari untuk menyambut tamu kehormatan yang akan hadir di acara ini.

Aku mengenal Merika kira-kira tiga bulan yang lalu saat ketua grup kami mengumumkan bahwa kami akan mengisi acara Ulang Tahun Emas ini. Waktu itu Merika mampir ke base-camp kami bersama grupnya untuk melihat latihan kami. Ketua grupnya Merika nampaknya mengagumi ketua grupku. Dua grup bertemu, satu grup yang isinya lelaki semua dan satu grup lainnya isinya perempuan semua, tentunya ada cinta yang bersemi di dalamnya.

"Lihat, deh, ketua grup tari Gending itu, nampaknya dia suka sama si Boy," kata Dion, salah satu personel grup kami yang paling cuek. Tumben dia memperhatikan gerak-gerik orang.

"Masa iya, sih?" tanyaku waktu itu. "Aku nggak terlalu memperhatikan!" kataku.

"Ya iyalah, lihat saja gerak-geriknya!" jawab Dion. "Kamu sih, dari tadi perhatiin cewek berambut ikal itu!" lanjutnya.

"Darimana kamu tahu?" tanyaku, heran karena si cuek ini bisa tahu.

"Feeling, bro! Soalnya dia yang paling bersinar. Iya, nggak?" jawab Dion.

"Iya, sih. Jadi kamu merasa juga kalau dia yang paling bersinar?" tanyaku lagi, sambil berpikir jangan-jangan si Dion ini tertarik juga sama cewek berambut ikal itu.

"Tentu saja!" jawab Dion. "Aku mau ajak dia kenalan, ah! Yuk, bro, kita tanya namanya!" ajak Dion.

Setelah itu, kami berdua mendekati rombongan cewek-cewek itu. Dengan alasan menanyakan persiapan grup mereka untuk mengisi acara, kamipun mengetahui nama plus mendapat nomor pin BB semua anggota grup Tari Gending tersebut.

Tiga bulan berlatih, beberapa minggu grup kami mengajak grup mereka bertemu di mal, bukan untuk latihan, tapi untuk sekadar jalan-jalan. Bolehlah kalau dibilang itu alasan untuk pedekatenya si ketua grup dengan... Ah, nggak tahu dia mendekati siapa, sepertinya semua! Dia bisa akrab dengan semua penari Gending yang cantik-cantik itu. Kuharap dia tak mendekati Merika.

"Aduh, penitinya nyangkut, nih!" seru Merika, membuyarkan lamunanku. Ia nampak kewalahan melepaskan peniti yang nyangkut di hiasan kepalanya. Saat aku hendak menghampirinya seseorang berseru...

"Kenapa, Say?" kata orang itu dari belakangku. Deg! Suaranya tak asing lagi.

'Say? Merika dipanggilnya Say?' batinku. Lalu kulihat Dion menghampiri Merika.

"Ini, Say, penitinya nyangkut, nih!" kata Merika pada Dion.

"Eciye-ciye, yang baru jadian langsung panggil say-say!" seru beberapa orang penari Gending.

Apa? Mereka sudah jadian? Bagaimana mungkin aku tidak tahu! Seketika duniaku rasanya berputar. Kenapa aku bisa tidak tahu? Padahal Merika selalu membalas pesanku di BBM, dia juga mau diajak jalan-jalan. Oke, jalan-jalannya selalu bersama rombongan para penari, sih. Ah! Sungguh menyebalkan!

"Penari Ya Saman, harap bersiap-siap! Sesudah kata pembuka dari MC kalian tampil!" seru koordinator acara, menyela kehebohan para pengisi acara lantaran ada yang baru jadian.

Tak lama kemudian, grup Penari Ya Saman naik ke panggung.

Nyelik gelumbang perahu bidar di Sungi Musi
Janganlah lupo beli telok abang
Cantik rupo penyabar dan baek ati
Adek manis berambut panjang dikuncit kepang

Lika liku banyu Batanghari sembilan
Mengalir bemuaro di Sungi Musi jugo
Elok laku ngai si rupo cindo menawan
Buat kakak siang tekenang malam tejago

...

Dari bawah panggung kudengar seseorang berseru, "Kok yang itu nggak pakai tanjak?" Setelah itu beberapa orang di sebelahnya mulai menunjuk-nunjuk. Kemudian diikuti orang di sebelahnya... di sebelahnya lagi... Lalu ada yang tersenyum, tertawa terkikik-kikik, dan ada juga yang mencibir.

Dan baru kusadari bahwa yang ditunjuk itu adalah aku. Tanjakku kulempar saat kesal mendengar 'ciye'ciye' dari orang-orang di belakang panggung tadi.

Ai ya ya ya… ya saman
Pecaknyo mudah tapi saro nian
Ai ya ya ya… ya saman
Nyari bini yang bener-bener setolokan

--------

Keterangan:

Tanjak = semacam topi hiasan kepala yang terbuat dari kain songket.

*Fiksi ini dibuat untuk meramaikan Event Songket dan Kain Palembang yang diadakan oleh KOMPAL (Kompasianer Palembang)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun