“Cepat ambilkan segelas air putih!” katanya lagi. Dengan sigap Ibu menuruti perintah orang tua itu.
Tak lama Ibu segera kembali dan sebelum gelas yang dipegangnya bertukar tangan dengan sang tabib, orang tua itu membetulkan letak peci hitamnya yang di beberapa bagian tampak kusam. Kemudian, sembari memegang gelas di tangan kanannya, ia menengadah dan merapal doa pada Sang Maha Pencipta. Setelah itu dibasahinya sebelah tangannya dengan sedikit air putih, dipercikkannya di ubun-ubun Ayah, lalu sebagian sisanya hendak diusapkannya ke kepala Ayah. Tapi belum ada seujung kuku ia menyentuh rambut Ayah, cepat-cepat ia menarik kembali tangannya dan memekik nyaring.
“Setan alas!” maki sang tabib. “Demi Tuhan, apa yang kamu taruh di rambutmu itu, Yon? Aaaarrrghh…!” Ia meraung. Seluruh telapak tangannya kini dipenuhi ruam merah dan bentol-bentol gatal. Kesal, ingin sekali orang tua itu menempeleng kepala Ayah, tapi ia segera sadar dan mengurungkan niatnya itu mengingat apa yang barusan terjadi pada telapak tangannya.
Ia mengepalkan telapak tangannya dengan muka masam, selain dimaksudkan untuk meredam rasa gatal, juga bertujuan untuk menahan geram.
[bersambung...]
Manusia Ulat Bulu (01)
Manusia Ulat Bulu (02)
Manusia Ulat Bulu (04)
Manusia Ulat Bulu (05)
Manusia Ulat Bulu (06)
Manusia Ulat Bulu (07 - Selesai)
>>Baca dan berlangganan karya saya lainnya disini.
>>Kunjungi juga blog saya di http://sihirkata.blogspot.com.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI