Untuk sampai ke Countdown Asian Games 2018 beberapa waktu yang lalu, our goverment faces a lot of criticism. Ketika artis Korea Selatan, Girls' Generation yang mereka undang dan juga idola terberat saya baru dirumorkan akan datang saja, salah satu psikolog Indonesia yang cukup terkenal menulis di status media sosialnya dengan bunyi begini.
"Wahai Bapak Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia! ada apa di balik rencana bapak undang band simbol seks dihari Proklamasi?#yangbeneraja Pak. Apa kita kehabisan stik mahakarya dr seniman super kreatif kita, sampai bapak undang simbol seks & pelacuran di hari Proklamasi? "
Saya bacanya sampai mau nangis, karena yang dia hujat adalah idola saya sejak 7 tahun lalu. Saya langsung tracking komentarnya dan berniat melampiaskan amarah saya. Begitu saya mau ngetik, ada satu komentar orang di atas saya yang membuat saya tertegun.
"Kita jangan marah2 sama Ibu ini, karena kalau gitu gak ada bedanya kita dengan dia." Ajaibnya, ratusan komentar untuk psikolog ini berubah 180 derajat. Orang-orang satu persatu menuliskan bagaimana mereka bisa menjadi fans dari penyanyi asal negeri ginseng ini. Ada yang menyelipkan foto dimana mereka mengumpulkan uang bersama-sama dan mengirimkan donasi tersebut ke UNICEF dengan mengatasnamakan idola mereka, untuk alasan yang sangat sederhana: idola kami telah melakukan hal yang sama. Ada begitu banyak cerita inspiratif lainnya yang belum pernah saya tahu sepanjang 10 tahun karir mereka.
Satu hari sebelum acara countdown dimulai, leader dari girlband kesayangan publik Korea Selatan ini tiba di bandara Soekarno Hatta. Terjadi sesuatu yanag di luar kendali security yang saat itu terdiri TNI dan pihak Angkasa Pura. Di saat rombongannya memecah kerumunan orang yang telah menunggu di pintu kedatangan, some people dare to harrassed her, they were touching her in the most unappropriate places, and it was so chaotic and she ended up crying on the way to her car.
Beberapa jam setelah kejadian tersebut, news spreads like a wildfire, dan berita ini sampai ke telinga bangsa Korea Selatan, China, dan forum berita internasional lainnya. Saya terpaksa menemukan komentar-komentar international netizen yang mengatakan kita bangsa barbar, rapist, pseudo mongkey dan bahasa kasar lainnya. What have we done?Â
Saya meringis melihat nama negara saya beserta masyarakatnya secara keseluruhan dinilai dari kejadian hitungan menit di bandara Soekarno Hatta tersebut. Dan untuk pertama kalinya saya betul-betul merasa malu.Â
Saya banyak bertemu anak muda seumuran saya yang mengatakan mereka udah nyerah sama Indonesia. Ada yang bilang mereka sudah tidak mau pulang ke Indonesia lagi setelah lulus kuliah. Ada yang bilang mereka capek sama koruptornya, dan ada yang masih sakit hati, "Kok orang bener dipenjara?". Mereka betul-betul lelah sama orang-orangnya.Â
Tetapi begitu menonton hasil acara Countdown Asian Games yang dibuka oleh Presiden Jokowi, dan saya menonton idola saya di atas panggung, saya teringat beberapa tahun yang lalu, dalam salah satu reality show dimana Girls' Generation menjadi bintang tamunya dan mereka dipertemukan oleh kalangan manula di Korea Selatan.
Ketika itu, salah satu dari orang tua tersebut mengucapkan "terima kasih... karena kalian kami sudah tidak diejek lagi".
Puluhan tahun yang lalu, sebelum dunia mengenal Kpop, drama-drama Korea, Samsung, LG, Lotte maupun Hyundai, sekumpulan pemuda Korea menjalani military service jauh dari bangsa mereka, dan tiap kali pemuda-pemuda ini menulis surat dalam bahasa ibu mereka, bangsa barat mengolok-olok mereka. "Orang bilang kami bukan menulis, tetapi menggambar guratan. Mereka tidak tahu kami punya huruf bangsa sendiri. Tiap kali kami lewat mereka mengejek kami sebagai 'the stingky one'".
Dan kembali ke malam tersebut, melihat idola saya mewakilkan bangsanya di atas panggung, saya merasakan kebanggaan yang aneh. Saya tahu dia dibayar untuk berada disana, tetapi fakta dimana dia ditolak, dihina, bahkan di-harrased saat mendarat di Jakarta, dan tetap mengucapkan terima kasih karena telah diterima di Indonesia dan mengakhiri perfomance-nya dengan kedua tangan dilipat di atas kepala yang merupakan bahasa tubuh yang dikenal di Korea sebagai 'symbol of love', secara tidak langsung membunuh jutaan persepsi negatif masyarakat kita yang dulu menolaknya.
Kini saya mengerti akan perkataan mantan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki Moon saat bertemu dengan member Girls' Generation enam tahun yang lalu, "help me spread the idea of world peace through your love songs".Â
Dan satu hal yang tidak akan saya lupakan sepanjang mengikuti karir mereka, adalah ketika salah satu dari ayah mereka meninggalkan surat yang berbunyi demikian..
"The girls who would ask me to buy them bubble tea during their trainee days have now grown into beautiful women. Although you spent a lot of time away from home, our daughter never show the slighthest bit of hardship. That day you finished filming your drama at 3am, i thought i would wait outside to welcome you home. With a tired face, you embraced me entirely. You had to pack your belongings to go overseas in the morning. And I had to hold back my tears while embracing you. I have a good news for you, through the support of your member, we were able to form a team to help treat blind people patients in Korea... To my daughters, please be the light and hope to those who aren't fortunate."
Dalam pikiran saya hanya satu, mungkin kita punya sosok panutan yang berbeda-beda dalam hidup kita, tetapi saya merasa beruntung punya role model seperti mereka untuk belajar. Tidak harus punya latihan grade militer, cukup dimulai dengan memiliki state of mind: pekerja keras, dan mau 'memberi' seperti mereka.
starting from there..
Ada beberapa pelajaran berharga yang saya dapat dari panjangnya kasus ini;
- Fake news is everywhere. Psikolog yang menghabiskan waktunya menghujat artis Korea ini akhirnya minta maaf, karena dia termakan berita palsu yang menyertakan foto yang salah. Dia bahkan tidak tahu siapa Girls' Generation itu.Â
- If you want to fight propaganda, kill it with facts and two way communication. Bagaimana pemerintah bisa maju terus ditengah petisi untuk menghentikan girlband ini datang ke Indonesia, adalah karena mereka tetap sound dan terus meluruskan persepsi yang salah di masyarakat melalui cara yang sama darimana propaganda itu muncul: sosial media.
- And lastly, if you love something you won't give up on it. Mungkin terkadang kita lelah lihat berita-berita di negara kita, tapi seperti yang teman saya waktu masih intern di Setneg, Rizal katakan "Kalau kita gaksuka sama sesuatu, Glor. Kita masuk ke dalam sistem itu dan ubah mereka dari dalam" Now i realize, lebih baik kita perjuangin sesuatu, daripada diam dan gak lihat perubahan kan?
I'm too proud to be Indonesian, but we still got a lot of homework to do. Starting from fixing of what've been broken.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H