Mohon tunggu...
Gloria Manarisip
Gloria Manarisip Mohon Tunggu... Pramugari - I'm just an ordinary writer who is amazed by korean and pop culture

I write things that makes me amazed, from things that i love, and things that i hope i could remember forever.. Jakarta, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Kita yang Kecil, atau Dunia yang Terlalu Besar?

10 Agustus 2016   16:38 Diperbarui: 13 Agustus 2016   15:18 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu keluar berita kalau Badak Hitam yang berasal dari Africa telah punah beberapa saat yang lalu, teman sekamar saya/koki pribadi/teman senasib selama di Jerman - Rachel betul-betul merasa devastated. Saya ingat dia bilang "aku tuh bingung mau gimana. Kayaknya kita gak bisa apa-apa buat lindungin mereka".

Sekitar satu minggu kemudian, saya dan Reika melakukan oral exam pelajaran Enviromental Communication berupa presentasi dari studi kasus Southeast Asia Haze 2015. Bencana kebakaran hutan yang tercatat paling parah sepanjang sejarah dunia yang disebabkan oleh palm oil companies yang berdomisili di Indonesia.

Sebelum masuk ruang ujian, saya mengirim Whatsapp ke Papa untuk menanyakan akhir dari kasus tersebut. Waktu membaca balasannya, saya dan Reika seperti kesambar petir disiang bolong. Gimana dong? kalau kita bilang kejadian sesungguhnya ke Professor kami dihadapan satu kelas, kalau ada usaha 'suap' untuk menutup kasus tersebut, kami tidak tahu lagi bagaimana Ibu Pertiwi  kami di lihat di mata orang-orang barat ini.. Kami berdua memutuskan menyembunyikan fakta kecil tersebut sampai akhir presentasi.

Pada kesimpulan, lecturer kami yang betul-betul kami idolakan, tersenyum tulus dan berkata "That's a great idea!! I hope you can put all of the things that you learned here back in your home country". Saat itu rasanya kaya kesayat. Bagian mana dari mahasiswa biasa, bisa punya power untuk mengubah negara yang pemerintahnya juga bermain dalam perusakan hutan negaranya sendiri? believe me, sampai saat ini kami masih bertanya-tanya.

Salah satu teman program Erasmus kami, ia berasal dari negara yang kalau dibandingkan budayanya dengan Indonesia mungkin bisa 11:12 kali yaa. Dalam cerita teman saya ini, ia mengatakan benar adanya kalau dunia itu tidak pernah adil. Kaya-miskin, kuat-lemah, dan yang ia lihat dari panggung politik negaranya yang jauh daripada bersih. Pokoknya ya sudah hukum alam kalau yang kurang beruntung itu dikendalikan hidupnya oleh yang punya uang. 

Yang membuat saya agak shock adalah pendapatnya setelah itu. Kalau kita mau keadilan untuk mereka, kita harus berkuasa. Lebih besar dari yang kaya, dengan begitu, kita bisa mengobrak abrik mereka yang suka buat orang jadi susah.

Menurut saya, ada dua tipe orang yang melihat power dengan cara yang berbeda.

Orang pertama akan berkata "the best way to take control over a people and control them utterly is to take a little of their freedom at a time",

sementara ada orang kedua yang bisa berkata "i always knew i'd never be the next queen, because i lead from the heart not the head".

Orang pertama berhasil memimpin jutaan massa untuk mendukung ideologinya, orang kedua hanya bekerja sebagai guru taman kanak-kanak. 

Orang pertama membangun 1200 concentration camp dan menghabisi nyawa 6.000.000  laki-laki, perempuan dan anak-anak karena alasan ras mereka. Orang kedua hanya sanggup mengikuti 100 program charity di negara-negara kecil yang terbelakang untuk memegang tangan-tangan mereka yang sekarat karena penyakit HIV. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun