Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mungkinkah Kita Hanya Iri Pada Luhut Binsar Pandjaitan?

10 April 2022   23:52 Diperbarui: 11 April 2022   11:03 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Infografis Bersihkan Indonesia/2022

Agar berimbang, tentu saja kami dalam MOSI mencoba menanyakan juga kepada responden yang biasa kami sebut 'Sobat MOSI' siapa saja menteri dalam susunan kabinet Indonesia Maju yang termasuk menteri bagus dalam bekerja, alias paling 'adem'? Berikut hasilnya.

Sumber data: Temuan MOSI.ID
Sumber data: Temuan MOSI.ID

Ternyata, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono termasuk dalam menteri dengan predikat 'adem' karena tidak banyak masalah, tidak ada kontroversi, dan hasil kerjanya terlihat secara fisik khususnya pembangunan infrastruktur. Menteri lainnya memiliki posisi yang adem adalah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno,  disusul Menteri Keuangan Sri Mulyani yang bagi sebagian responden sudah bekerja dengan baik, dan ada pula Menteri Agama Yaqut Cholil Qomas. 

Temuan MOSI.ID mungkin tidak mencakup semua suara masyarakat Indonesia. Tentu, satu-satunya cara untuk mengakomodasi suara masyarakat Indonesia adalah dengan perhelatan Pemilu yang rencananya akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024, bertepataan dengan Hari Kasih Sayang. Namun setidaknya temuan MOSI.ID yang sederhana ini merepresentasikan bahwa suhu masyarakat terhadap pemerintahan saat ini dalam kondisi 'panas' dan tidak baik-baik saja. 

Berangkat dari temuan ini pula, saya mendapat jawab atas pertanyaan saya dalam naskah ini.

Jika saya hendak mengkritik pemerintahan saat ini oligarki, apa saja kerugian yang sudah saya alami sebagai warga negara?

Apakah motivasi saya mengkritik karena saya sadar penuh dengan empati atas penderitaan masyarakat lain?

Ataukah saya hanya ikut-ikutan saja?

Maka jawabannya adalah; terlalu naif dan buang-buang waktu ikut-ikutan mengkritik pemerintah. Beberapa motivasi yang cukup pasti.

Pertama, saya cukup iri karena entah sampai kapan keluarga saya, bapak-ibu, maupun saya harus bekerja membanting tulang, penghasilan kami tidak akan pernah sama atau bahkan mendekati kekayaan Pak Luhut. Artinya, ada ketidakadilan yang saya rasakan dalam konstelasi ini, dan entah salahnya dimana. Bisakah saya atau Anda menyalahkan nasib? 

Kedua, secara material saya mungkin tidak terdampak sebagai korban bisnis batu bara. Namun dalam jangka panjang, permasalahan ekologis akan selalu menimbulkan konflik baru. Artinya, saya lagi yang harus menghadapi masalah krisis lahan, krisis air, sampai masalah kesehatan akibat polusi udara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun