Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mungkinkah Kita Hanya Iri Pada Luhut Binsar Pandjaitan?

10 April 2022   23:52 Diperbarui: 11 April 2022   11:03 1307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber data: Temuan MOSI.ID

Selanjutnya, artikel yang sama menyebur terkair aset kendaraan, Luhut melaporkan kendaraan termewahnya yakni Lexus Jeep tahun 2014 senilai Rp 2.300.000.000. Mobil mewah lainnya berupa kendaraan Lexus LS 460 AT seharga Rp 1.500.000.000. Untuk kendaraan lainnya misalya; Isuzu Panther LM 25, motor Honda, dan Toyota Alphard. Luhut juga menempatkan hartanya pada aset berharga yang dilaporkannya senilai Rp 94.163.815.050, kas dan setara kas Rp 151.464.770.653, harta bergerak lainnya Rp 1.690.194.000, dan harta lainnya Rp 227.608.998.657.

Fakta kekayaan akibat bisnis batu bara memang paling mudah membakar kesadaran kita mengingat bisnis tersebut tidak termasuk dalam kelompok bisnis yang ramah lingkungan. Dampak ekologis sampai dampak kesehatan mengintai masyarakat khususnya yang tinggal di wilayah ekstraksi batu bara.

Dalam sebuah kesempatan, saya pun pernah menuliskan persoalan dinamika batu bara spesifik di Kalimantan Timur melalui artikel Menilik Bara Tepian Mahakam Tanpa Kacamata Kuda, sebuah pengalaman singkat saat tinggal dan meliput di provinsi yang telah dinobatkan sebagai bakal ibu kota baru Republik Indonesia. Dalam pengalaman saya saat itu, saya jadi paham betapa bisnis ini juga menciptakan masalah kesenjangan sehingga tak mengherankan ketika orang terdampak melakukan aksi penolakan, demonstrasi, dan menyuarakan kerugiannya.

Berangkat dari pengalaman itu pula saya kerap menanyakan kembali kepada diri saya, jika saya hendak mengkritik pemerintahan saat ini oligarki, apa saja kerugian yang sudah saya alami sebagai warga negara?

Apakah motivasi saya mengkritik karena saya sadar penuh dengan empati atas penderitaan masyarakat lain?

Ataukah saya hanya ikut-ikutan saja?

SEBUAH TEMUAN YANG EMPIRIS

Guna menguji tingkat kemarahan masyarakat pada kelompok 'oligark' dalam pemerintahan kabinet Indonesia Maju, akhir tahun 2021 lalu, saya bersama tim MOSI: Termometer Sosial Masa Kini menggelar kegiatan "CEK SUHU MASSAL" berupa "Rating Kabinet". Konten Cek Suhu Massal adalah konten utama dari MOSI, kegiatan sosial, politik, bagi masyarakat yang kami coba ajukan untuk menghibur, bukan untuk membuat Anda stres apalagi apatis terhadap media massa dan kondisi sosial, politik, ekonomi saat ini.

Hasilnya cukup mencengangkan dari 95 responden selama lebih dari dua bulan disebarkan kuesioner, ternyata tingkat kemarahan publik pada tercermin dari hasil bahwa dalam jangka 1 sampai 5, menteri dengan suhu terpanas atau '5' alias gawat darurat dalam Luhut Binsar Pandjaitan.

Sumber data: Temuan survei MOSI.ID 
Sumber data: Temuan survei MOSI.ID 

Selain Luhut, ada dua menteri lain yang mendapatkan suhu cukup panas yaitu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati karena sempat mengeluarkan wacana-wacana perpajakan yang mencekik leher masyarakat. Ada pula Menteri Komunikasi dan Informatika yaitu Johnny Plate karena dianggap tidak banyak menonjolkan prestasi dalam bidang tersebut. Posisi yang 'agak hangat' dengan persentase yang sama. Mereka adalah; Airlangga Hartato selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian karena dianggap hanya sebagai kader partai yang menerima jatah besar dalam kabinet, lalu Teten Masduki karena sebagai Menteri Koperasi, Usaha Mikto Kecil dan Menengah tidak terlihat memiliki prestasi dan pemahaman, diikuti Menteri Sosial Tri Rismaharini yang terlalu sering marah-marah namun tidak memiliki kepekaan dalam berkomunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun