Mohon tunggu...
Gloria Fransisca
Gloria Fransisca Mohon Tunggu... Jurnalis - Writer

My name is Gloria Fransisca Katharina Lawi, I was born in Jakarta. Experienced in media service especially as writer, journalist, researcher, public relation, and social media content for almost 10 years in KONTAN and Bisnis Indonesia. Currently, I am doing my new role as Content Caretaker of political platfom, MOSI.ID.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Polarisasi dalam "Social Movement", Mengapa Bisa Terjadi?

26 Januari 2019   19:39 Diperbarui: 26 Januari 2019   19:54 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Definisi ini kembali membawa gugatan, berarti, seperti yang diungkapkan oleh kawan saya Arlandy, social movement jelas harus bersandar pada sebuah isu, karena dia memiliki tujuan mengubah struktur sosial. Social movement jelas juga harus punya identitas, karena dia mengusung nilai tertentu. 

Rasa-rasanya, tidak ada nilai yang bebas identitas, bebas sumber. Ini menjadi sebuah jawaban, mengapa, dalam Reuni 212, tidak bisa seseorang dengan identitas yang berbeda, dalam hal ini identitas keagamaan, diterima masuk dalam Reuni 212. Perbedaan identitas ini tidak sejalan dalam tatanan dan struktur sosial yang ditawarkan oleh gerakan ini. Jadi, sekalipun saya punya keprihatinan yang sama seperti yang diungkapkan dalam aksi yang berkesinambungan dan tertata disiplin ini, saya tetap tidak bisa diterima masuk dalam gerakan itu.

Pertanyaannya, apakah social movement juga bergerak secara sukarela seperti relawan? Ataukah dia berkembang dengan dukungan dana? Saya punya dugaan yang belum tentu benar, bahwa kekuatan ada dalam diri setiap peserta didukung pula oleh kekuatan modal yang mendorong terealisasinya aksi itu. Tidak ada aksi apapun tanpa amunisi, betul?

"I STAND ON THE RIGHT SIDE"

Saya jadi terlempar pada Pemilu 2014 lalu, yang saya amati bentuk social movement dalam pesta demokrasi. Ramai orang yang memasang profile picture "I Stand On The Right Side". Sebagai bentuk pemberitahuan, "Saya memilih Nomor 2, Pak Jokowi, Right Side." Right, benar, dan Rights, hak. Dimana ini adalah kampanye untuk mengatakan kubu sebelah -dalam hal ini Prabowo- adalah seorang penjahat kemanusiaan yang melanggar hak kemanusiaan. Itu makna yang saya tangkap dari social movement "I Stand On The Right Side."

Pada Pemilu 2014 iklim pesta demokrasi kita pernah secemerlang itu. Demokrasi kita pernah membangkitkan gerakan sosial atas keprihatinan yang sama. Saya pun berkesimpulan, maka sebenarnya Reuni 212 tak lebih dari upaya mencontoh gerakan sosial yang sudah dikerjakan tim Pak Jokowi pada 2014 lalu.


Meski begitu, saya masih menggugat apa itu karakteristik social movement sebenarnya? Apakah dia lebih cocok dalam gerakan "I Stand On The Right Side" pada 2014 lalu, atau "Reuni 212"? Lalu apakah social movement adalah gerakan bebas identitas? Atau sebaliknya, dia membutuhkan identitas?

"NURHADI-ALDO"

Gelombang social movement berikutnya yang baru lahir belakangan ini adalah kritik dari milenial atas kekisruhan politik saat ini, baik itu politik identitas, korupsi, kandidatnya itu-itu lagi, dan debat kursir minim substansi. Nurhadi-Aldo meraup banyak pengikut dengan hanya mengandalkan media sosial.

Sekilas terlihat biaya yang dibutuhkan untuk mengakomodasi gerakan ini sangat kecil, namun dalam prediksi saya tidak semudah itu. Sebab, untuk mengorganisasikan sesuatu hal menjadi viral, pilihannya hanya dua. Pertama, sesuatu konten yang sungguh penting, populer, dan sensasional. Kedua, jaringan infrastruktur yang kuat untuk menembus lapisan akun semua orang. Tentunya untuk poin kedua, tidaklah murah dan mudah.

Gerakan social movement yang ini hadir sekilas tanpa tujuan jelas, sebagai autokritik yang tidak banyak menawarkan perubahan struktur sosial jangka panjang. Ini mungkin jenis gerakan sosial musiman jangka pendek yang mengakomodasi nilai-nilai yang sebelumnya tak mempunyai ruang, yakni nilai-nilai yang merasa tidak terwakili oleh dua kandidat yang ada. Sialnya, gerakan sosial inilah yang ternyata dirasa menjadi ancaman terbesar bagi dua gerakan sosial diatas, para penganut Reuni 212 maupun I Stand on the Right Side Jilid II.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun