Mohon tunggu...
Gloria C P
Gloria C P Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Prodi Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Catcalling Masih Dianggap Wajar

19 Juni 2022   20:30 Diperbarui: 19 Juni 2022   20:49 480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah kamu mengalami kejadian ketika kamu sedang berjalan atau berada di transportasi umum saat sendirian maupun bersama teman, lalu ada seseorang atau sekelompok orang yang memanggil kamu seperti "cewek.. mau kemana sih?", "cantik, sini dulu yuu", "kiww sendirian aja nih?",  "abang anterin yuu", "wih seksi banget sih" atau bisa juga berupa chat bersifat seksual. Perbuatan semacam itu disebut dengan catcalling dan termasuk dalam salah satu bentuk pelecehan seksual yang sering terjadi di tempat umum atau street harassment.

Maraknya kasus catcalling di Indonesia tidak hanya terjadi di jalanan begitu saja. Kasus catcalling juga banyak terjadi di transportasi umum, contohnya di angkot, metromini, KRL, lingkungan kerja, sekolah dan bahkan di kampus. Namun, marak kasus catcalling di era teknologi digital saat ini  mulai berkembang pesat di dunia maya atau media sosial. Catcalling yang terjadi di dunia maya khususnya di media sosial tidak menutup kemungkinan memiliki dampak yang sama atau lebih parah daripada yang terjadi di jalan. Hal itu dikarenakan media sosial dapat membuat seseorang bersembunyi dengan menggunakan akun palsu untuk bereaksi. Tidak hanya akun palsu saja, catcalling juga bisa dilakukan oleh orang terdekat kita, tapi pada umumnya hal ini sering dilakukan oleh orang-orang yang tidak dikenal atau belum kita ketahui kepribadiannya.  

Siapa saja sih yang dapat terkena catcalling? mayoritas perempuan sering mengalami catcalling ini, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk para lelaki menjadi sasaran catcalling. 

Dilansir dari lifestyle.okezone.com yang membahas mengenai Catcalling Bisa Terjadi di Media Sosial, merujuk pada Daily Eastern News, Sabtu (22/2/2020). Hasil penelitian yang dilakukan oleh American Association of University Women (AAUW) pada 2006 menunjukkan, 72 persen perempuan dan 59 persen pria mengaku pernah mengalami catcalling berupa orang lain mengunggah pesan seksual tentang mereka di dunia maya. Penelitian tersebut juga melaporkan reaksi pertama dari seseorang yang mengalami catcalling, yaitu perasaan kesadaran diri atau rasa malu yang diikuti dengan perasaan marah, kurang percaya diri, dan takut.  Sementara itu, Ahli Bahasa Inggris yang juga Direktur Women's Studied, Jeannie Ludlow mengatakan ketika akun palsu yang berada di platform online (media sosial) mengunggah hal yang bersifat seksual tentang orang lain, tidak berarti pesan tersebut harus dianggap kurang serius. Hal tersebut bisa saja terus berkembang dengan pesat jika ditindak dengan serius.

Lebih lanjut, menurut laporan AAUW, siswa memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mengalami catcalling. Namun, sebagian besar siswa mengatakan menyebarkan tentang seksual, memata-matai dan mengirim pesan yang tidak pantas tentang mereka di internet akan lebih mengganggu daripada disentuh, dicengkram, atau dicubit secara langsung. 

Pasal untuk tindakan catcalling sudah diberlakukan di Indonesia. Pelecehan catcalling ini dibagi menjadi dua, yaitu kejahatan seksual verbal dan non verbal. Walaupun pemahaman mengenai catcalling di masyarakat masih sangat rendah karena masih banyak tanggapan bahwa kasus ini adalah hal yang biasa atau merupakan bentuk dari candaan dan pujian. Namun sudah ada pasal yang mengaturnya, Dilansir dari advokatkonstitusi.com yang membahas mengenai Kebijakan Hukum Perbuatan Pelecehan Seksual (Catcalling) . Bahwa pelecehan seksual verbal (catcalling) ada penggabungan terhadap aturan yang mengatur perbuatan tersebut. seperti yang diatur dalam Pasal 281 Ayat (2), Pasal 315 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 8, Pasal 9, Pasal 34, Pasal 35 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi yang digunakan sebagai penyelesain perbuatan catcalling (pelecehan seksual verbal) terhadap perempuan di Indonesia. 

Pada kasus pelecehan non verbal yang berarti pelaku sudah melakukan sentuhan terhadap korban. Mulai pergerakkan menyentuh, meraba, kontak fisik secara paksa membuat korban dilecehkan dan ini menyalahi aturan. Dampak yang dirasakan korban biasanya mengganggu kesehatan mental, munculnya perasaan takut sendiri ketika berada di tempat umum, menurunkan kepercayaan diri seseorang, risiko munculnya pertengkaran, pelaku terancam pidana dan memicu trauma pada korban. Apabila korban tidak segera melaporkan kejahatan seksual non verbal, otomatis bisa membuat kerugian selamanya dirasakan sendiri. Demi melindungi korban akibat pelecehan seksual non verbal, terdapat pasal 281 yang sama seperti kejahatan verbal. Apabila ada hal bertentangan melanggar norma kehidupan agama, masyarakat, dan hukum akan dijerat hukuman. 

Kemudian terdapat ketentuan yang mengatur tentang kejahatan seksual melalui media sosial, yaitu pasal 27 ayat 1. Pasal tersebut diberlakukan dalam UU ITE tentang penyalahgunaan teknologi informasi membuat kerugian orang lain meskipun bukan tindakan catcalling secara langsung.

Bagaimana cara menghindari atau mengatasi masalah ini?  

  • Hindari jalan dimana ada gerombolan laki-laki yang sedang nongkrong 
  • Jalan terus dan tidak mempedulikan 
  • Berikan tatapan marah kepada mereka 
  • Tegur dengan percaya diri 
  • Jangan memakai perhiasan berlebih 
  • Memblokir akun pelaku
  • Memberikan konsekuensi yang berat lewat jalur hukum

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun