Makin hari, saya berpikir suatu saat saya harus juga memutuskan. Ke depan mau dibawa ke mana hubungan ini. Apalagi belakangan dalam beberapa waktu, saat dia sedang melakukan penelitian ke suatu wilayah, kadang seperti lost kontak.Â
Entah karena saking sibuknya sampai lupa sekadar say hi tanya kabar atau kirim pesan singkat. Atau memang, saya sebenarnya bukan salah satu prioritasnya lagi. Entahlah.
Hingga suatu saat dia menjauh dari saya dan berusaha menghindari saya. Jangankan untuk bertemu atau bertegur sapa. Untuk membaca pesan yang saya kirim pun entah kapan akan dibacanya apalagi untuk segera langsung dibalas, jangan harap.
Akhirnya waktu itupun tiba. Waktu buat saya dan dia harus bicara. "Menurut kamu, saya itu penting nggak sih?", tanya saya pada satu kesempatan. "Tergantung dalam hal apa, jawabnya." Wah, sedikit sedih juga saat mendengar jawabannya saat itu.Â
Karena tidak seperti yang ada di film-film klasik atau dongeng-dongeng romantic yang pernah saya lihat. Di mana sang pria dengan segenap jiwa raga mengutamakan sang pemilik hati kesayangannya.
Dari situ saya tak melanjutkan pembicaraan. Karena pada akhirnya saya tahu, dia tidak sepenuh hati untuk mempertahankan hubungan.
Sebenarnya buat saya itu hal yang berat, saat dia pada akhirnya harus keluar dari hidup saya. Yang berat pastinya ibarat melepas sesuatu yang kita pikir harusnya itu 'milik' kita. Tetapi seperti 'dipaksa' harus mengikhlaskan menjadi milik yang lain.
Teman bilang, cinta memang layak diperjuangkan, tapi kalau berjuangnya sendirian, ya itu tidak layak lagi. Duh, semua kata-kata itu benar sih. Tapi kadang bicara mudah kan prakteknya yang susah hahaha...mentertawakan kebodohan diri sendiri.Â
Lucu juga kalau mengingatnya. Tapi tidak perlu juga kan bikin tugu peringatan untuk mantan. Memangnya mantan itu pahlawan, yang harus selalu dikenang hahaha...
Terakhir sekali-kalinya pernah tanpa sengaja bertemu dengan dia. Yang pasti sudah tidak sendiri lagi. Dengan senyum yang sama dahulu saat bertemu saya, dia memperkenalkan sang pujaan hati yang baru kepada saya.
Sedih, kecewa? Ya adalah pasti, manusiawi. Akhirnya dia punya seseorang yang mau mengikuti ke manapun ia pergi, yang bisa mengimbangi segala ambisi dan cita-citanya.