Mohon tunggu...
Oktavianus Geleng Yen
Oktavianus Geleng Yen Mohon Tunggu... Relawan - Dayak Wehea. Kutai Timur, Kalimantan Timur | Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta | PMKRI Cab. Yogyakarta.

KEGEMBIRAAN DAN HARAPAN, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjaga Tradisi Menggapai Harmoni Bersama Semesta

1 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 1 Juni 2019   06:37 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila ada konflik masyarakat suku Dayak Wehea selalu menyelesaikannya dengan cara hukum adat. Adapun mekanisme adat itu untuk menghindari politisasi agama.

Akar budaya dengan fondasi harmoni dan kepedulian terhadap lingkungan menjadi keyakinan adat masyarakat Dayak Wehea. Upaya menjaga nilai-nilai budaya turut menjadi tanggung jawab pemerintah. Ibarat segitiga emas, kekuatan pemerintah, agama, dan adat harus dipadukan sebagai landasan ikatan sosial dalam menjalani kehidupan bersama.

Oleh karena itu penting ketika forum lintas agama diharapkan mampu melibatkan unsur tokoh adat. Ini penting karena selama ini, forum lintas agama hanya menyentuh elite, tidak sampai ke akar rumput. Kerangkanya harus jelas agar tidak membunuh identitas budaya masyarakat lokal.

Nilai adat istiadat tidak hanya mewarnai kehidupan sosial, melainkan juga urusan politik. Kepala desa yang dilantik pun harus menjalani sumpah adat. Bila ada kepala desa yang melanggar sumpah adat, dipercaya tujuh turunan keluarga kepala desa itu akan mengalami kesialan. "Ada beban sosial,". 

Tradisi lain yang dipertahankan suku Dayak Wehea adalah melestarikan hutan dan alam. Ini terlihat ketika Lembaga Adat Desa Nehas Liah Bing pada 27 Oktober 2005 mengukuhkan keberadaan Hutan Lindung Wehea seluas 38.000 hektare. 

Agar hutan tetap rimbun, aturan adat Dayak Wehea menerapkan pembatasan jumlah binatang yang bisa diburu dan hasil hutan yang dapat diambil. Berburu binatang hanya boleh untuk ritual adat dan mengambil tanaman hanya boleh untuk keperluan ramuan obat. Penebangan kayu dilarang. 

Untuk mengawasi pelaksanaan hukum adat itu, dibentuk kelompok penjaga hutan yang disebut Petkuq Mehuey. Mereka rutin berpatroli dan memantau kawasan hutan. 

Keseriusan warga Dayak Wehea di Desa Nehas Liah Bing mempertahankan budaya lokal mereka dalam berbagai sisi kehidupan membuat Bupati Kutai Timur, Awang Faroek Ishak pada 2006 menetapkannya Desa Nehas Liah Bing sebagai desa budaya dan konservasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun