Selain itu, penggunaan indikator alami ini hanya digunakan untuk penelitian berbasis kualitatif saja ya, Chemsters! Soalnya indikator alami ini punya keterbatasan presisi dan akurasi, rentang pH yang terbatas, dan perubahan warnanya tidak setajam indikator buatan seperti fenolftalein, bromotimol biru, dan metil jingga sehingga kurang cocok untuk penelitian kuantitatif yang memerlukan hasil pengukuran yang tepat dan konsisten.
Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mengekstrak bahan alam tadi, seperti merebus tanaman, merendam tanaman dengan alkohol, menumbuk dan menggerus tanaman/menggunakan blender, dan menggunakan alat Soxhlet.Â
Metode yang Minsters gunakan pada praktikum indikator asam basa ini berupa metode menggerus. Caranya adalah dengan menggerus tanaman tersebut hingga halus, kemudian tambahkan air untuk melarutkan tanaman dan selanjutnya disaring untuk memisahkan air dengan ampasnya. Ekstrak tanaman ini nantinya akan diteteskan larutan asam basa yang diuji.
Cara menentukan sifat asam dan basanya adalah dengan melihat perubahan warna pada ekstrak yang telah diteteskan larutan yang diuji.Â
Nah, berikut ini adalah contoh perubahan warna indikator alami saat diteteskan larutan asam dan basa yang bisa Chemsters jadikan referensi.
Referensi Praktikum
Praktikum yang Minsters lakukan bertujuan untuk menentukan bahan alam yang dapat digunakan sebagai indikator asam basa.
Alat :
- Cutter
- Pipet
- Lumpang dan alu
- Gelas beaker
- Plat tetes
Bahan :
- Bawang merah
- Bawang putih
- Kunyit
- Lengkuas
- Jahe
- Kencur
- Larutan NaOH (Natrium Hidroksida)
- Larutan HCl (Asam Klorida)