Mohon tunggu...
Glen Agnes Patrecia Sijabat
Glen Agnes Patrecia Sijabat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Good people

Just enjoy

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Krisis Pendidikan di Indonesia Memuncak saat Pandemi

18 Juli 2021   09:14 Diperbarui: 18 Juli 2021   09:18 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia digegerkan oleh wabah virus Corona, tak terkeculi untuk Indonesia. Virus ini memiliki dampak di aspek kehidupan kita  termasuk di bidang pendidikan, Indonesia mengalami penurununan tingkat pendidikan selama pandemi. UNESCO menyebutkan  bahwa pandemi Covid-19 mengancam 577.305.660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287 pelajar dari pendidikan tinggi di seluruh dunia. 

Seperti kebijakan yang diambil berbagai negara yang terdampak penyakit covid-19, Indonesia  meliburkan seluruh aktivitas pendidikan. Hal tersebut membuat pemerintah dan lembaga terkait menghadirkan alternatif proses pendidikan bagi peserta didik dengan belajar mengajar jarak jauh atau belajar online atau belajar dari rumah dengan pendampingan orang tua.

Tetapi sekarang orangtua dan murid menyatakan keluh kesah mereka dengan program Daring yang berlangsung lama. Kemendikbud kebingungan dalam mengatasi permasalahan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. 

Kita lihat kalangan yang tidak mampu, karena tidak memiliki alat atau media untuk melaksanakan daring sehingga banyak yang putus sekolah. Jaringan internet juga sangat di manfaatkan di masa pandemi ini untuk mengakses pembelajaran jarak jauh tetapi mungkin itu adalah cara yang tidak efektif.

Dilampirkan oleh laman Liputan6.com, pada tanggal 02 Mei 2021, Wakil Sekjen FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia), Mansur mengatakan bahwa pemberian bantuan kuota internet tidak menyertakan pemetaan kebutuhan internet yang beragam dan wilayah blank spot yang tidak bisa menikmati bantuan kuota internet. Apabila program pembelajaran jarak jauh tidak efisien, apakah sebaiknya dilakukan pembelajaran tatap muka saja? Agar tidak ada lagi kerisauan para peserta didik, guru dan orangtua.

Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut mari kita simak terlebih dahulu pendapat seorang warga pada laman Liputan6.com, Heru, bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) hanya akan menimbulkan permasalahan lain. 

Contohnya, kasus Covid-19 yang meningkat akibat pembukaan sekolah yang tidak disertai persiapan dan perlindungan terhadap peserta didik, ia mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah memberikan gawai kepada peserta didik yang kurang mampu dan tidak memiliki akses teknologi komunikasi dan informasi agar semua murid dapat mendapat kuota belajar dalam melakukan pembelajaran jarak jauh.

Penelitian terbaru yang terdapat di San Fransisco, dikatakan dengan adanya pembukaan sekolah bukan hanya mengancam jiwa anak-anak tapi juga akan mengancam jiwa para guru. 

Pembukaan sekolah menengah atas dapat meningkatkan infeksi pada guru 41 persen, 37 persen pada anak usia sekolah menengah pertama. ISEAS-Yusof Ishak Institute juga  mengeluarkan hasil riset yang menyatakan bahwa ada ketimpangan dalam dunia pendidikan di Indonesia selama masa pandemi ini. 69 juta jiwa kehilangan akses menuju pembelajaran dan pendidikan, sementara jika berada dari keluarga yang mapan justru lebih mudah dalam proses belajar. Riset itu juga mendapati fakta hanya 40% orang yang punya akses ke internet.

Pencegahan oleh pemerintah yang dianggap efektif

Ada beberapa cara yang di pakai  untuk mengatur dan menjamin keutuhan pendidikan di masa pandemi

1. Surat Edaran No. 15 Tahun 2020 dengan melakukan fleksibilitasi penggunaan dana BOS untuk mensubsidi kuota guru dan siswa dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh.

2. Meningkatkan kualitas dan kapasitas guru yang melakukan kerjasama dengan provider dalam melakukan pelatihan penggunaan IPTEK. Kerjasama yang dilakukan pihak sekolah dengan provider untuk meningkatkan layanan internet di sekolah untuk memecahkan masalah keterbatasan sarana dan prasarana penunjang ilmu pengetahuan dan teknologi di sekolah untuk peningkatan mutu

Salah satu cara yang mungkin dapat dijadikan sebagai pilihan perbaikan adalah pengadaan kurikulum darurat. Seperti yang dikatakan oleh Fahriza Marta Tanjung, Wasekjen Federasi Serikat Guru Indonesia, "Perlu adanya kurikulum darurat atau penyederhanaan kurikulum karena situasi di lapangan saat ini kan berbeda dari keadaan normal biasanya." 

Ia menambahkan, kurikulum darurat sangat penting dipersiapkan karena situasi yang serba terbatas akibat pandemi. "Jadi, sebaiknya pembelajarannya dikelompokkan menjadi literasi, numerasi, sains, pendidikan kecakapan hidup, dan pendidikan karakter."

Pada akhirnya dengan wilayah Indonesia yang sangat luas dan keragaman kondisi, kebijakan pendidikan tidak bisa dibuat sama. Setiap daerah perlu diberi ruang untuk melakukan inovasi. Evaluasi secara komprehensif perlu di lakukan dari pihak sekolah, komite sekolah, tokoh masyarakat, para orang tua dan Dinas Pendidikan perlu dilakukan agar kualitas pendidikan di Indonesia agar tidak merosot, karena pendidikan adalah jaminan hidup untuk masa depan bagi semua negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun