Dunia digegerkan oleh wabah virus Corona, tak terkeculi untuk Indonesia. Virus ini memiliki dampak di aspek kehidupan kita  termasuk di bidang pendidikan, Indonesia mengalami penurununan tingkat pendidikan selama pandemi. UNESCO menyebutkan  bahwa pandemi Covid-19 mengancam 577.305.660 pelajar dari pendidikan pra-sekolah dasar hingga menengah atas dan 86.034.287 pelajar dari pendidikan tinggi di seluruh dunia.Â
Seperti kebijakan yang diambil berbagai negara yang terdampak penyakit covid-19, Indonesia  meliburkan seluruh aktivitas pendidikan. Hal tersebut membuat pemerintah dan lembaga terkait menghadirkan alternatif proses pendidikan bagi peserta didik dengan belajar mengajar jarak jauh atau belajar online atau belajar dari rumah dengan pendampingan orang tua.
Tetapi sekarang orangtua dan murid menyatakan keluh kesah mereka dengan program Daring yang berlangsung lama. Kemendikbud kebingungan dalam mengatasi permasalahan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19.Â
Kita lihat kalangan yang tidak mampu, karena tidak memiliki alat atau media untuk melaksanakan daring sehingga banyak yang putus sekolah. Jaringan internet juga sangat di manfaatkan di masa pandemi ini untuk mengakses pembelajaran jarak jauh tetapi mungkin itu adalah cara yang tidak efektif.
Dilampirkan oleh laman Liputan6.com, pada tanggal 02 Mei 2021, Wakil Sekjen FSGI (Federasi Serikat Guru Indonesia), Mansur mengatakan bahwa pemberian bantuan kuota internet tidak menyertakan pemetaan kebutuhan internet yang beragam dan wilayah blank spot yang tidak bisa menikmati bantuan kuota internet. Apabila program pembelajaran jarak jauh tidak efisien, apakah sebaiknya dilakukan pembelajaran tatap muka saja? Agar tidak ada lagi kerisauan para peserta didik, guru dan orangtua.
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut mari kita simak terlebih dahulu pendapat seorang warga pada laman Liputan6.com, Heru, bahwa Pembelajaran Tatap Muka (PTM) hanya akan menimbulkan permasalahan lain.Â
Contohnya, kasus Covid-19 yang meningkat akibat pembukaan sekolah yang tidak disertai persiapan dan perlindungan terhadap peserta didik, ia mengatakan bahwa sebaiknya pemerintah memberikan gawai kepada peserta didik yang kurang mampu dan tidak memiliki akses teknologi komunikasi dan informasi agar semua murid dapat mendapat kuota belajar dalam melakukan pembelajaran jarak jauh.
Penelitian terbaru yang terdapat di San Fransisco, dikatakan dengan adanya pembukaan sekolah bukan hanya mengancam jiwa anak-anak tapi juga akan mengancam jiwa para guru.Â
Pembukaan sekolah menengah atas dapat meningkatkan infeksi pada guru 41 persen, 37 persen pada anak usia sekolah menengah pertama. ISEAS-Yusof Ishak Institute juga  mengeluarkan hasil riset yang menyatakan bahwa ada ketimpangan dalam dunia pendidikan di Indonesia selama masa pandemi ini. 69 juta jiwa kehilangan akses menuju pembelajaran dan pendidikan, sementara jika berada dari keluarga yang mapan justru lebih mudah dalam proses belajar. Riset itu juga mendapati fakta hanya 40% orang yang punya akses ke internet.
Pencegahan oleh pemerintah yang dianggap efektif
Ada beberapa cara yang di pakai  untuk mengatur dan menjamin keutuhan pendidikan di masa pandemi