Mohon tunggu...
imaaa
imaaa Mohon Tunggu... Freelancer - apapun yang ngga menyilaukan mata

Harusnya masuk sastra atau filsafat, tapi hukum ternyata asik juga :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Warna

28 Agustus 2017   04:07 Diperbarui: 28 Agustus 2017   04:18 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Akademis menurutmu?

iya, jawabku.

Hitam saja kau tak tahu, apalagi putih

Yang kau tahu hanya campuran dari keduanya

Kau bilang mengidolakan dia?

Ia dia! Gusdur.

Ku maksud sang pejuang perbedaan

Sejak jaman simbahku

Sampai di ujung hidupnya

Putih dan hitam sudah ku gabung

Warna-warni itu tidak begitu asyik tanpa ku gabung

Karena aku ada di antara perbedaan

Ayahku Ambon, ibuku Jawa

Ayahku coklat, ibuku langsat,  dan aku kuning kecoklatan

Tak ada yang protes mengenai kami bertiga

Karena kata-kata sudah luber berubah jadi keasyikan

Ku gabung warna itu menjadi aku, kamu  dan penghuni lain

Jawa, Ambon, Batak, Badui, Madura dan Indonesia

Warnaku sering tertukar dengannya

Karena aku menyukai warnanya

Dia pun menyukai warnaku

Dia bilang warnaku bisa di gradasikan

Menjadi karya seni yang paling mahal

Aku juga bilang warnamu juga keindahan dari-Nya

Tanpa kau dan aku warna tidak menarik

Mungkin warna bisa saja hanya hitam seperti lampu mati

Sehingga perbedaan datang menjadi jawaban

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun