Mohon tunggu...
glagah putih
glagah putih Mohon Tunggu... Penulis - berjalanlah selama masih mampu

mari berkarya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sayap-Sayap Kanan yang Terkembang di Eropa

1 April 2019   09:52 Diperbarui: 11 Mei 2024   06:24 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik neo-liberal selama ini menggunakan kebijakan ekonomi bebas, politik HAM dan melegalkan pernikahan sejenis serta melegalkan aborsi. Perubahan di Eropa adalah wajar karena keadaannya menuntut demikian. Aliran liberal dan neo liberal telah gagal dalam masa kekuasaannya. Mereka menciptakan kesenjangan dan hedonisme yang cukup parah. Kita doakan saja kebangkitan sayap kanan, ultra-nasionalis, anti-imigran, anti-multikulturalisme, bukan sebuah kemunduran di Eropa. Tapi sebagai pernyataan diri bahwa negara-negara Eropa kembali pada satu Budaya yang humanis, penekanan budaya bangsa yang berpijak sejarah Kristen dan melawan setiap teror dan kekerasan dengan kebijakan politik negara yang berdasarkan pada undang-undang serta menjunjung tinggi hak asasi setiap orang.

Clash Civilization telah terjadi. Benturan harus dicegah. Apa yang terjadi di Selandia Baru yang dilakukan oleh Brenton Tarrant sebagai aksi keji dan jahat dengan latar belakang anti imigran. Semua pihak harus menanhan diri dan waspada agar hal ini tidak dianggap sebagai sebuah aksi permusuhan. Kita perlu menyadari bahwa aksi ini merupakan aksi teror yang tidak berlatar belakang agama. Aksi ini adalah ketakutan terhadap keterdesakan wilayah dan budaya.

Masyarakat yang beradab harus menyadari dan kembali pada jalan yang benar yaitu kembali hidup dalam kerendahan diri, sederhana, menyadari kodrat (bukan menuju transgender dan sakit psikologis gay serta lesbian) serta menjauhi kehidupan yang hedonis, bukan mementingkan kepentingan kelompok dan kepentingan agama. Kehancuran harus dicegah.

(Sumber Rfeferensi: www.tempo.co 24 juli 2011; berdikarionline.com 24 Juli 2011; www.dw.com 28 Juli 2011; internasioanal.kompas.com 5 januari 2017; internasional.metronews.com 22 Maret 2017; seword.com; harian Kompas, Selasa 9 Januari 2018)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun