“Arka, bantu Ibu sebentar di dapur!”
Suara tersebut menggema di beberapa sudut. Aroma kari ayam memenuhi ruang makan, bercampur dengan suara panci yang sedang diaduk. Namun, langkah kaki Arka tak kunjung datang.
“Arka?”
Belvina mematikan kompor dan meletakkan sendok sayur ke meja. Kemudian ia melangkah ke ruang tamu. Di sana, Arka duduk bersandar di sofa tua, tatapannya kosong tertuju ke layar televisi yang tak menyala.
“Arka, kamu dengar Ibu, kan?”
Ia tidak menjawab, hanya menundukkan kepala.
“Kamu kenapa?”
Arka mengangkat wajah. Terlihat matanya merah seperti habis menangis.
“Ayah lagi marah sama aku.” ucap Arka pelan, seperti enggan berbicara.
Belvina menatap anaknya dalam-dalam. Tubuh Arka kecil untuk anak yang usianya hampir 13 tahun. Namun, di balik hal tersebut, Belvina tahu Arka menyimpan sesuatu yang besar.
“Kenapa Ayah marah?”