Mohon tunggu...
Gizca Della Octa Shabilla
Gizca Della Octa Shabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Hi, Reader! Perkenalkan, nama saya Gizca Della Octa Shabilla sebagai penulis di situs ini. Saya merupakan Mahasiswi tingkat akhir di Universitas Pancasila, jurusan Manajemen. Bagi saya menulis akan membuat pengetahuan apa yang sudah pernah saya dapatkan bisa menjadi lebih banyak yang mengetahui dan semakin banyak manfaat yang bisa diperoleh, karna dengan menulis membuat dirimu menuju keabadian

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manajemen Produk Pangan dan Pertanian di Indonesia

14 Juli 2021   19:58 Diperbarui: 14 Juli 2021   20:02 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memiliki tradisi kuliner yang sangat kaya. Setiap pulaunya memiliki makanan khas nya masing masing. Kita punya banyak sekali pilihan untuk makan. Mulai dari gado-gado, sate, siomay, ketoprak. Bahkan hanya nasi dan tempe serta kecap saja, kita sudah bisa makan dengan nikmatnya. Dari semua makanan yang kita sebut, tempe menjadi salah satu makanan yang mendunia. Produk fermentasi ini memiliki nutrisi tinggi. Tempe terbukti memiliki jumlah protein yang sama dengan daging sapi. Tidak hanya itu, tempe 10 kali lebih mudah dan 3 kali lebih hemat energi untuk diproduksi. Tentu saja, tempe enak untuk dimakan dengan apa saja, walaupun hanya dicocol dengan kecap manis.

Kunci dari semua itu adalah adanya keberadaan Kacang kedelai, sebagai salah satu hasil produk pangan dari pertanian Indonesia. Kacang kedelai bisa digunakan sebagai bahan untuk biodegradeable plastic, lem kayu, dan tekstil. Selain itu, kacang kedelai juga bisa jadi bahan pembuat lilin. Tidak hanya itu, ampasnya bisa jadi bahan bakar untuk kompor. Ada dua jenis kacang keselai yang tumbuh di Indonesia, yaitu kacang kedelai kuning dan kacang kedelai hitam. Tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi banyakk yang beranggapan bahwa kacang kedelai hitam lebih gurih dibandingkan kacang kedelai kuning.

Menurut Dosen Pangan dan Gizi Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Ir. Mary Astuti, MS., kacang kedelai mulai dikonsumsi masyarakat Indonesia sejak abad 12 atau 13, karena kata kedelai ditulis kadele dalam Bahasa Jawa Kuno yang ditemukan dalam Kisah Sri Tanjong. Faktanya, kacang kedelai kuning yang paling sering digunakan sebagai bahan makanan, hamper semuanya diimpor. Pada tahun 2021, diprediksi permintaan masyarakat Indonesia akan kacang kedelai mencapai 3,7 juta ton per tahun. Sedangkan, jumlah produksi kacang kedelai di Indonesia hanya mampu memenuhi 40% dari total permintaan. Tidak hanya kacang kedelai, Indonesia juga faktanya mengimpor banyak bahan makanan lainnya, seperti beras dari Thailand, jagung dari India, gula tebu dari Thailand dan Australia. Jadi, hamper semua bahan makanan masyarakat Indonesia diimpor dari luar negeri. Hal ini terjadi, selain karena produktifitas dan permintaan yang tidak sebanding, masih banyak sekali rintangan yang harus dihadapi petani dan industry pertanian di Indonesia agar bersaing dan lebih produktif.

Jika ditarik benang merahnya, masing-masing dari isu manajemen produk pangan dan industry pertanian ini saling berhubungan. Isu pertama adalah lahan. Di zaman dewasa ini, lahan mulai menyempit. Sudah sangat banyak lahan pertanian yang berubah menjadi area industry dan terpaksa tergeser akibat dari pembangunan yang berujung berkurangnya produktifitas hasil panen. Hal tersebut tentu mengurangi daerah produktif pangan.

Selanjutnya, isu kedua yang sangat serius, regenerasi. Anak-anak muda sekarang punya tingkat pendidikan yang tinggi dan mayoritas tidak ada yang tertarik dan ingin terjun menjadi petani, karena stigma pekerjaan seorang petani yang dianggap kotor dan tidak menguntungkan. Faktanya juga, anak muda sekarang yang menjadi petani dinilai malas, karena anak muda sekarang lebih tertarik mencari yang hasilnya lebih cepat.

Isu ketiga. Para pelaku insudtri pertanian Indonesia masih menggunakan teknologi dan metode pertanian yang out of date, seperti sistem irigasi yang tidak efektif, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan tanah yang menjadi lahan pertanian menjadi tidak subur. Faktanya, saat ini, lahan sawah pertanian sudah banyak pengendapan kimia dibawahnya

Selanjutnya, isu keempat muncul dari sisi distribusi, Indonesia adalah negara kepulauan. Faktanya, infrastruktur Indonesai sendiri belum merata. Bisa dibayangkan betapa mahalnya biaya untuk mengirim hasil panen dari Sabang sampai Merauke. Ditambah lagi, konversi lahan pertanian, sesuai isu pertama diatas, bisa menyebabkan pergeseran cuaca yang cukup ekstrim, sehingga makin sulit untuk diprediksi. Kasus yang sering terjadi karena pergeseran cuaca adalah adanya curah hujan berlebihan yang sampai menyebabkan terjadi banjir dan berdampak pada gagal panen.

Pemerintah sendiri udah mencoba memberikan beberapa solusi dengan berbagai cara. Pertama, memberikan insentif kepada petani dalam bentuk bantuan benih. Kedua, pemberian pinjaman kepada petani untuk mengembangkan lahan mereka agar makin produktif. Ketiga, melakukan penyuluha terhadap anak muda akan pertanian melalui instansi perguruan negeri tinggi. Keempat, melakukan pembangunan infrastruktur besar-besaran di daerah.

Masih banyak usaha pemerintah yang belum disebut, dan itu semua cukup baik untuk membantu para pelaku industry pertanian di Indonesia agar lebih produktif. Tetapi, apakah upaya tersebut cukup untuk mendongkrak produktifitas industry pertanian di Indonesia? Tentu tidak. Usaha dari para pelaku industry dan Pemerintah pun tidak akan pernah cukup jika steak holder terbesarnya tidak ikut serta untuk membantu. Siapakah stake holder terbesarnya? Tentu saja kita, masyarakat Indonesia. Kita semua punya banyak cara untuk mebantu petani petani, walaupun pengaruhnya kecil. Tetapi, jika lebih dari 250 juta masyarakat Indonesia turut melakukannya, pasti akan berdampak besar bagi produktifitas pertanian kita. Misalnya, dengan membeli dan menggunakan produk-produk makanan, seperti beras, tahu, tempe, atau apapun yang berasal dari pertanian Indonesia.

Dibutuhkan semangat gotong royong dari kita semua untuk dapat membangun industry pertanian Indonesia, apalagi negara kita sebagai Negara Agraris dengan berbagai sumber daya yang melimpah. Inovasi dan teknologi juga masih sangat diperlukan agar produksi pangan kita bisa lebih efektif dan efisien. Tidak hanya itu, perlu adanya regenerasi dari para generasi muda, untuk terus memelihara keberlangsungan produktifitas hasil tani Indonesia.

References

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun