Mohon tunggu...
Giza NabielaAurel
Giza NabielaAurel Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi semester 4 Universitas Muhammadiyah Malang

Halo semuanya, salam kenal ^^ Nama aku Giza Nabiela Aurel, kerap disapa Giza. Kuliah-rapat kuliah-rapat menjadi kesibukan aku saat ini sebagai mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang. Scrolling sosial media untuk mencari berita terbaru menjadi sebuah hobi dikala waktu luang. Yuk lebih akrab dengan aku di @__geezzy (instagram)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fear of Missing Out (FOMO) Budaya Popular Korean Wave

20 Januari 2023   21:54 Diperbarui: 20 Januari 2023   21:57 819
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring berjalannya waktu, era juga semakin maju. Dunia yang berkembang pesat, teknologi yang melaju cepat, serta adanya perubahan sosial yang pekat terhadap lingkungan yang melekat. Perubahan yang terjadi ini dikenal sebagai istilah 'Revolusi'. Tidak hanya perkara sosial, budaya juga terseret dalam revolusi yang terjadi. Maraknya penggunaan teknologi di era saat ini, membuat budaya lain dapat berkembang pesat melalui sosial media yang dimiliki. Budaya-budaya yang banyak diminati oleh masyarakat ini biasanya disebut budaya popular. Budaya popular sendiri adalah budaya yang dikenal dan digemari oleh masyarakat. Berbagai negara telah mempopulerkan budaya popular. Salah satu budaya popularluar yang paling banyak diminati oleh masyarakat adalah budaya korea atau biasa disebut Korean wave. Generasi z merupakan salah satu generasi yang menyukai budaya luar tersebut. Mulanya, budaya itu menyebar melalui k-drama maupun k-idol yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat. Yang mana didalam k-drama maupun k-idol tersebut, terdapat budaya asing yang memiliki daya tarik tinggi baik dari segi aktor dan visualisasi yang disajikan, ataupun kebiasaan dan budaya yang dilakukan. Dari sinilah mulai muncul stigma masyarakat bahwa harus memiliki hal dan kebiasaan yang serupa agar terlihat seperti idola yang ada di k-drama maupun k-idol tersebut. 

Berdasarkan paparan tersebut, hal ini dapat menjadi peluang bisnis bagi negara asing supaya produk yang dimiliki tetap laris meskipun harganya tidak ekonomis. Contoh dari produk yang ditawarkan adalah; Album berisikan photocard (PC) hingga produk lokal yang memiliki kolaborasi dengan aktor bersangkutan yang dimana perusahaan itu memberi gift berupa koleksi photocard atau PC. Mengingat bahwa harga yang ditawarkan tidak murah dan terbatas, maka stigma masyarakat mengatakan bahwa orang-orang yang memiliki produk tersebut dianggap eksklusif. Terlebih sasaran pemasaran mereka adalah generasi muda yang memiliki rasa gengsi cukup tinggi. Dari sinilah timbul perasaan bahwa masyarakat harus memiliki produk korea tersebut sehingga mereka berlomba-lomba dan saling berebut untuk membelinya. Banyak dari fans k-pop maupun non-k-pop menjadi FOMO untuk membeli produk yang sedang ramai di kalangan masyarakat, sekalipun mereka tidak mengetahui kegunaan dari produk tersebut. Namun, maraknya kolaborasi beberapa perusahaan khususnya perusahaan Indonesia dengan idol K-pop pada khalayak ini justru menimbulkan pro dan kontra terhadap masyarakat. 

Awalnya, kolaborasi ini mengarah pada makanan yang biasa dikonsumsi oleh para aktor, setelah itu disusul oleh produk kecantikan, hingga penyedia jasa juga ikut terseret dalam hal ini. Implisitnya, saat ini semua hal disangkutkan dengan budaya korea, tidak hanya masyarakat yang FOMO, tetapi brand-brand besar juga tidak mau ketinggalan. Pro pada hal terkait adalah produk lokal semakin mendunia, fans k-pop bertambah, juga Indonesia menjadi penyebaran terluas dalam penjualan produk yang menggunakan wajah aktor korea. Tetapi, kontra yang terjadi pada masyarakat juga cukup menimbulkan perdebatan. Kontra yang terjadi ialah; adanya fans yang fanatik, adanya non k-pop yng membeli produk hanya untuk dijual 2x lipat melebihi harga aslinya kepada fans tersebut, banyaknya pembelian produk hanya demi PC (Photo Card) yang tersedia didalamnya, tetapi ia tidak benar-benar menggunakan produk yang dibeli tersebut. Meskipun tindakan ini tidak merugikan suatu pihak, tapi produk yang terbuang sangat disayangkan. Terlebih dalam sosial media, seringkali terlihat adanya perang dingin antar fans k-pop dengan budaya asing lainnya demi membela idolanya masing-masing. Selain itu, sebagian masyarakat yang pro dalam hal ini mengatakan bahwasannya produk yang berkolaborasi dengan idolanya dapat meningkatkan penjualan produk dan bisa dikenal oleh pasar luas tidak hanya di Indonesia saja. Berdasarkan hasil survei melalui wawancara pada sebagian masyarakat memberikan pernyataan bahwa Korean wave ini cukup membuat muak karena segala hal disangkutkan dengan budayanya. Terlebih lagi produk yang berkolaborasi kebanyakan produk kecantikan yang dimana sebenarnya kulit warga Indonesia tidak sama dengan kulit warga Korea. 

Harapannya, masyarakat bisa paham akan adanya budaya popular yanga ada disekitar kita. Pro dan kontra tentu saja ada namun, masyarakat harus lebih bisa menyeimbangkan antara masuknya budaya luar dan budaya asli yang ada di negara kita. Tidak terlalu cepat dalam mengambil suatu keputusan, dan memperhatikan dampak positif dan negatif dari tindakan yang dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun