[caption id="attachment_339911" align="alignleft" width="250" caption="Gambar 1 : Pengurangan Subsidi BBM; Perlukah ?"][/caption]
Belakangan ini di banyak media marak pemberitaan tentang permintaan beberapa pihak yang meminta Pemerintah saat ini untuk segera menaikkan harga BBM. Kejadian ini suatu hal yang langka, dan rasanya baru kali ini terjadi permintaan kepada Pemerintah untuk segera menaikkan harga BBM, dimana biasanya justru kenaikan harga BBM selalu dihindari, bahkan didemo / ditolak.
Disamping keanehan tersebut juga adalah penggunaan terminologi "Kenaikan Harga BBM" yang selama ini lebih sering digunakan yang sebetulnya jika dilihat dari substansinya akan lebih tepat jika menggunakan istilah "Pengurangan Subsidi BBM", karena memang sebenarnya yang disasar adalah bahan bakar bensin atau Premium yang merupakan BBM bersubsidi yang selama ini sering menjadi momok. Karena jika yang disasar adalah Pertamax, hampir tidak ada yang meributkan, padahal pergerakan harga Pertamax cukup tinggi dengan spread harga bisa sampai Rp. 4.000 per liter, yaitu bergerak diantara Rp. 9.000 sampai dengan Rp. 13.000. Sementara pergerakan harga BBM bersubsidi yang diributkan tidak lebih dari Rp. 2.000 per liternya.
Kenapa demikian ?
Karena kedua terminologi tersebut dilihat dari kacamata yang berbeda, dimana "Kenaikan Harga BBM" adalah bahasa politis, dan "Pengurangan Subsidi BBM" adalah bahasa teknis. Dan tentunya politisi lebih suka menggunakan bahasa politis ketimbang bahasa teknis, karena bahasa politis biasanya "bersayap" dan lebih mudah dibelokkan, dipelintir, bahkan disangkal. Sementara jika menggunakan bahasa teknis relatif saklek. Dan media massa, terutama yang dijadikan sebagai alat politik pun tidak luput dari penggunaan kalimat-kalimat politis.
Ada beda yang mendasar antara "Kenaikah Harga BBM" dengan "Pengurangan Subsidi BBM". Tapi sebelum cerita tentang perbedaan kedua istilah tersebut, saya ingin cerita ilustrasi sederhana tentang hitungan BBM. Sejujurnya saya tidak hafal rumus perhitungan harga jual BBM karena cukup banyak variabelnya, dan jika rumusnya dijabarkan akan mirip dengan penurunan / penyelesaian rumus integral dua tingkat... :D
Tapi secara secerhana rumus dasarnya adalah seperti rumus hitungan dagang pada umumnya, yaitu :
Biaya Bahan Baku + Biaya Produksi + Margin = Harga Jual
Dimana pada hitung-hitungan produksi BBM sbb :
Biaya Bahan Baku, terdiri dari :
- Jenis Crude
- Jumlah yang dipakai atas perhitungan yield produk
- Harga rata-rata Internasional (US$ /Barrel)
Biaya Produksi, terdiri dari :
- Overhead cost
- Fixed cost, termasuk gaji
- Variable cost
- Turn around
- Maintenance cost
- Sundries
- Own use
Margin, yaitu rencana keuntungan yang akan diambil.
Tentunya margin disini yang diharapkan adalah margin positif, sebab jika merencanakan dagang yang rugi ya namanya bodoh. Dari ketiga variabel rumus dasar di atas, yang paling signifikan besarannya adalah harga bahan baku minya mentah (crude oil). Sementara biaya produksi dan margin relatif kecil dan stabil dibandingkan biaya bahan baku. Smentara untuk biaya bahan baku, selain komposisinya diantara variabel lainnya tertinggi, dan nilainya tinggi juga sangat fluktuatif. Sementara untuk komponen biaya gaji yang berada dalam variabel biaya produksi kalau tidak salah hanya berada di kisaran 1 - 2% saja.
Jadi kembali kepada kedua terminologi di atas, keduanya yang tampak di permukaan sama-sama kenaikan harga, tapi bedanya adalah :
Kenaikan Harga BBM biasanya diakibatkan oleh faktor eksternal, terutama kenaikan harga minyak mentah dunia. Dan kenaikan harga bahan baku tersebut berakibat langsung kepada bahan bakan non subsidi, seperti Pertamax, Solar Industri, Avtur, LPG, Pelumas, dll. Makanya kalau harga minyak dunia naik, bisa dipastikan harga Pertamax dan tiket pesawat ikut naik sementara LPG relatif stabil karena menyangkut hajat orang banyak. Disini Pemerintah relatif tidak ikut campur soal hitung-hitungannya. Dan jika harga bahan baku naik biasanya produsen BBM di Indonesia, dalam hal ini Pertamina, melakukan penyesuaian / adjust margin yang diambil agar harga jual BBM tetap realistis.
Sementara Pengurangan Subsidi BBM terjadi jika Pemerintah sudah tidak sanggup lagi menalangi selisish harga (subsidi) BBM antara antara biaya pokok produksi dengan harga jual ke masyarakat untuk produk-produk PSO (Public Service Obligation) seperti Premium, Solar dan dulu ada minyak tanah atau kerosin.
.
Kronologi Penentuan Harga dan Subsidi BBM