Dari hasil perhitungan tersebut maka Timor S515i masih bisa menggunakan Premium, sementara Honda Jazz I-DSi seharusnya menggunakan Pertamax, karena :
- RON Premium : 88
- RON Pertamax : 90
Lalu Apa dampaknya jika kendaraan yang seharusnya menggunakan Pertamax RON 90 tetapi diisi Premium RON 88 ?
Yang pastinya malah merugikan sendiri. Niatnya mau ngirit, tapi malah rekoso. Akbiatnya adalah:
- Kehilangan torsi / tenaga kendaraan dari yang seharusnya,
- Lebih boros BBM,
- Mesin cepat rusak.
Ilustrasi sederhananya gini :
Ibarat atlit angkat besi yang butuh nutrisi bagus 4 sehat 5 sempurna agar bisa perform dengan baik, tapi makannya hanya alakadarnya nasi kerupuk pake kecap. Akibatnya tidak akan cukup tenaga untuk perform angkat besi, kalaupun ingin bisa perform maskimal harus lebih banyak makan nasi kerupuk pake kecapnya, dan kalaupun dipaksakan akan rekoso n sakit-sakitan.
__________________________________________________
.
Kembali kepada penentuan harga dan subsidi BBM;
Dari data yang dikumpulkan hasil duduk bareng tersebut kemudian Pertamina akan menyusun RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan) untuk satu tahun kedepan, termasuk jumlah produk-produk PSO yang akan disubsidi pemerintah. Khusus untuk produk-produk PSO Pertamina tidak mengambil margin, hanya menyerahkan jumlah produk PSO dan melaporkan biaya pokok produksinya saja kepada Pemerintah.
Misal untuk BPP (Biaya Pokok Produksi) Premium adalah Rp. 10.000, maka pemerintah tetap membayar BPP tersebut kepada Pertamina sebesar Rp. 10.000 /liter dikali jumlah yang diproduksi berdasarkan hasil duduk bareng seperti yang disebutkan di atas. Kemudian Pemerintah menjual Premium tersebut kepada masyarakat dengan harga murah, misal sebesar Rp. 5.000. (saya lupa sekarang berapa harga Premium / Bensin, soale ga pernah pake Premium). Karena Pemerintah tidak punya infrastruktur untuk pengelolaan BBM, maka teknisnya tetap dilakukan oleh Pertamina.
Kok Pemerintah bisa-bisanya menjual rugi Premium yang hanya menghabiskan uang negara ?
Ya bisa, karena itulah mandat yang diamanatkan dalam Pasal 33 UUD '45 kepada Pemerintah dan menjadi tugas pemerintah kepada rakyatnya, salah satunya dengan memberikan diskon harga BBM dan itulah yang disebut Subsidi BBM.
Tujuan utama dari pemberian subsidi tersebut adalah semata-mata agar selain tidak terlalu membebani masyarakat juga untuk menunjang percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat. Karena transportasi merupakan salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi.
Trus duitnya dari mana ?
Ya dari sumber devisa lain, bisa dari pajak, eksport komoditi non migas, pariwisata, dll, atau bila perlu berhutang.
Hanya kemampuan pemerintah dalam mensubsidi tidak unlimited. Karena pemerintah juga butuh dana untuk sektor lainnya selain sektor transportasi, seperti pendidikan, kesehatan, pembangunan daerah, militer, dll. Ada kalanya jika subsidi sudah terlalu besar karena BPP yang tinggi akibat kenaikan harga minyak dunia yang diluar prediksi dalam RAPBN / RKAP dengan terpaksa subsidi sedikit dikurangi. Seperti yang terjadi ketika tahun 2007 dimana pemerintah / Pertamina mengasumsikan / menetapkan harga minyak mentah sebagai dasar perhitungan RAPBN /RKAP 2008 sebesar sekitaran US$ 60 /barrel, tapi kenyataannya akibat faktor global harga minyak dunia justru melejit lebih dari 200% disekitaran US$ 140 /barrel..
.
Menaikkan Harga BBM ; Perlu kah ?
Kembali kepada pertanyaan utama yang menjadi judul tulisan saya ini ; Menaikkan Harga BBM ; Perlu kah ?