Mohon tunggu...
secerca buih harapan
secerca buih harapan Mohon Tunggu... Mahasiswa - mari saling mengajak dalam kebaikan

segala sesuatu bisa kita raih dengan mencoba memulainya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Secercah Harapan (Ad-Duha)

25 Mei 2022   22:05 Diperbarui: 25 Mei 2022   22:07 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

By: Abdul Givari Pratama Amboy
Berhenti sejenak melangkah dalam waktu yang terus berputar
Dalam hening nan gelap malam yang menghampiri
Seiring dengan itu,terbitlah suasana hati yang amat sulit, rumit dan tidak adil.
Memijakkan kedua kaki diatas bara api sembari terdengar ocehan ocehan kegagalan yang
menanti dalam imajinasi.
Tak ada siapapun yang mau menghampiri sebagai solusi
Atau hanya sekedar membawa secangkir penyejuk ditengah gundahnya hati dan fikiran.
Ataupun hanya datang membawa candaan sebagai seni untuk melupakan sementara persoalan
yang terjadi.
Terlalu besar harap ini mendiami diri. Bagaikan kering yang amat menyengat dan berharap
mendung mendatangkan hujan yang deras akan tetapi yang datang hanyalah rintikan.
Keterbatasan ini adalah bukti bertapa lemahnya diri yang sok keras ini.
Apakah semua gelap gulita yang melanda ini merupakan seni dari Tuhan untukku kembali
kepada-Nya ?
Wallailiidzaa sajaa..maawadda'akarobbukawamaaqoola
...Dan demi malam apabila telah sunyi dan tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu dan tidak
pula membencimu...
Dia telah berjanji tak akan pergi
Walau semua masalah dan dosa memenuhi langit dan bumi
Namun betapa bodohnya diri ini telah melupakan dan tak peduli bahkan berharap pada secuil
nikmat yang sesaat ini.
Secerca harapan terus meliputi sanubari
Entah diri ini yang tak peduli atau tertutupi oleh egoisnya nafsu dalam diri.
...wadduha ...
Nikmat yang begitu besar, dikaruniakan-Nya lah setelah gelap gulita terbitlah waktu duha
Secerca harapan yang membuat sanubari menggebu gebu untuk bangkit lagi.
Dalam cermin usang, terlihat sosok yang kembali kepercayaan dirinya. Memijakkan kaki lagi
dengan penuh ambisi. Menggenggam kembali jati diri, meraih ridho-Nya dengan doa kepada
sang ilahi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun