Ombak melambai-lambai. Bersahut dengan desiran alam. Menyambut debu-debu pantai yang pasrah tersapu air. Terobang ambing tak bertujuan.Timbul tenggelam. Rissa duduk diam di batang pohon kelapa yang tumbang malam tadi. Matanya tertuju ke arah lautan. Berharap akan sesuatu. Berdoa agar semuanya baik-baik saja.
”rissa!” teriak seseorang dibelakang sana.
Rissa enggan bergegas. Matanya masih berharap lebih jauh.
Terasa tarikan oleh seseorang pada lengan Rissa. Ia bertahan. Namun orang itu menarik terlalu kencang sehingga Rissa pun menyerah. Gontai Ia mengikuti si orang itu menariknya. Rissa menangis dalam diam. Pipinya basah kuyup oleh asinnya air mata.
”aku tidak mau pergi!” teriak Rissa.
Ia meronta, melepaskan cengkraman rang yang memegang lengannya tadi. Rissa berlari ke laut. Berharap laut melalapnya juga seperti laut menarik pasir-pasir pantai. Kini dua orang mengejarnya. Mencengkram tangannya lebih kencang lagi. Rissa lunglai dalam seretan kedua orang tadi.
Berjalan dengan langkah berat Rissa berdoa. Untuk harapan-harapannya. Rissa naik ke mobil bak terbuka itu.Beberapa orang yang ada di dalam memperhatikannya. Menatap sia-sia kearah Rissa. Mereka orang-orang tak punya pilihan. Bahwa punya pilihan adalah suatu anugerah. Mungin laut telah menelan mentah-mentah harapan Rissa. Tapi bisa saja disamapaikan ke langit.
Mobil bak menderu kasar. Meninggalkan pantai. Semakin jauh. Sampai Rissa tak bisa menangis lagi. *
2 Desember 2010, 12:30
Jatinangor
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H