Mohon tunggu...
Gita Yulia
Gita Yulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

I am a student of Journalistic Communication Studies, I actively read and share writing on several online media sites, both in the form of light articles, short stories, poetry and short opinions related to actual interesting issues. The reason I joined Kompasiana was because I was interested in the various features available to spread kindness to the public

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

16 KM dari Ibu Kota Singapura, Kampung Terakhir Eksis di Tengah Gemerlapnya Gedung Pencakar Langit

21 November 2024   21:54 Diperbarui: 23 November 2024   15:02 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampung Lorong Buangkok atau kampung terakhir di Singapura (Screenshot YouTube Kacong Eksplorer) 
Kampung Lorong Buangkok atau kampung terakhir di Singapura (Screenshot YouTube Kacong Eksplorer) 

Singapura sebagai negara terkaya  ke-5 di dunia berdasarkan PDB per kapita dengan gedung pencakar langitnya yang mewah, ternyata masih memiliki kampung di tengah kota. 

Sesuai dengan posisinya, desa unik tersebut tersembunyi dengan keasrian dedaunan hijau dan vibes perkampungan, karenanya daerah ini dikenal dengan kampung terakhir di Singapura. 

Tak hanya menjadi simbolisme ciri khas  Singapura pada zaman dulu kala, kampung ini juga menjadi kawasan kenangan yang sarat akan peninggalan sejarah dan tradisi Singapura. 

Desa unik tersebut berada di Buangkok, Hougang, Singapura, sehingga selain sering disebut "Kampung Terakhir di Singapura", juga sering dikenal "Kampung lorong Bangkok,"

Tak jauh dari pusat ibu kota, Singapura dengan luasnya 728,6 KM dan penduduk sekitar 5,97 juta jiwa, desa tersebut hanya berjarak sekitar 16 KM saja. 

Dilansir dari YouTube Jelajah Bumi, pada Kamis (21/11/2024), kampung terakhir ini awalnya didirikan oleh sekumpulan kalangan PR (Permanent Resident) Singapura.  

Saat itu, terdapat sekitar 220 kampung serupa yang tersebar di kawasan Singapura. Namun, sejak 1980-an, urbanisasi perlahan menggusur sejumlah desa tradisional ini, 

Oleh karenanya, saat ini hanya kampung Lorong Buangkok yang masih tersisa, di dalamnya terdiri sekitar 25-28 rumah dengan agama yang berbeda, dan setengahnya merupakan asli Muslim Melayu.

Menariknya, tanah di kampung unik ini, bukan merupakan hak milik pemerintah Singapura melainkan milik pribadi. Karena Pemilik tanah ini tidak bersedia menjual kampung ini kepada pemerintah. 

Dalam catatannya, masyarakat kampung Lorong Bangkok menyewa tanah dari pemilik lahan dengan harga terjangkau, sekitar 20 dolar per bulan, untuk membangun rumah. 

Hak milik lahan inilah yang menjadi salah satunya alasan utama, kenapa kampung ini masih bertahan dengan suasana pedasaan di tengah gemerlap kota. 

Adapun alasan selanjutnya, yaitu berkenaan dengan kehendak masyarakat setempat terkait kebutuhan hidup akan suasana tenang dan nyaman di tengah bisingnya perkotaan. 

Dalam hal ini, Sebagaimana pedalaman desa pada umumnya, Lourong Buangkok memiliki udara sejuk, tanah berbatu, pepohonan hijau di setiap tepi jalan dan desain rumah klasik. 

Namun, meskipun nuansanya pedalaman desa, penduduk lorong buangkok tidak ketinggalan zaman dan hidup dalam kemiskinan. 

Justru mereka pun memiliki kendaraan seperti halnya mobil dan menjalani kehidupan layak, bekerja sebagai pegawai kantoran atau di pabrik. Seperti halnya mayoritas orang di Singapura. 

Kebanyakan, mereka pilih tempat tinggal di sana karena ukuran hunian yang lebih luas dibandingkan apartemen di perkotaan Singapura. 

Selain itu, perumahan di desa ini juga memiliki halaman belakang rumah yang dapat digunakan pemiliknya untuk berkebun dan menghirup kesegaran alam.

Menurut sejarahnya, pada tahun 2014, pemerintah Singapura pernah berencana untuk membangun jalan raya serta taman umum di sekitar desa ini tetapi tidak terealisasikan karena masyarakat menolak. 

Bahkan, beberapa di antaranya mendorong pemerintah agar kampung Lorong Buangkok ini dimasukkan ke dalam situs peninggalan dunia UNESCO. 

Selain itu, melansir Youtube Kacomg Eksplor, pada Kamis (21/11/2024), di kampung ini terdapat bangunan Surau Al Firdaus. 

Meskipin ukurannya kecil dan fasilitasnya pun sederhana, bangunan ini menjadi satu satunya surau di Singapura, dan dipakai beribadah umat muslim di sana. 

Di tengah modernisasi Singapura, keberadaan Surau ini melambangkan semangat warga untuk mempertahankan identitas dan sejarah komunitas muslim di sana.

Dalam hal ini, jika tertarik untuk mengunjungi keunikan kampung ini, menurut catatan Tripadvisor, beberapa penjelajah berpendapat desa ini unik karena keberadaanya di tengah kota. 

Sementara itu, desa Lorong Buangkok ini dapat dikunjungi tetapi tidak menjadi destinasi wisata sehingga lokasinya tidak dapat ditemukan pada buku-buku atau brosur pada umumnya. 

Selain itu, desa ini tidak dilalui jalur MRT, yaitu salah satu moda transportasi umum yang utama di kawasan Singapura.

Namun, bagi wisatawan yang penasaran ke desa tersebut, dengan menghabiskan sehari saja, desa tersebut bisa dijelajahi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun