Dalam dunia pencarian kerja yang semakin kompetitif, LinkedIn menjadi salah satu platform profesional terbesar dan populer bagi para jobseekers untuk mempromosikan diri dan mencari peluang pekerjaan, baik sifatnya lokal, nasional hingga internasional.Â
Salah satu fenomena yang muncul baru-baru ini yaitu penggunaan bingkai #Desperate di foto profil LinkedIn, yang dicetuskan oleh Courtney Summer Myers, seorang milenial akhir berusia 28 tahun.Â
Tanda tersebut dipasang di bawah foto profil, mirip dengan spanduk resmi LinkedIn, seperti halnya #Hiring dan #OpenToWork. Tak disangka, tagar tersebut berhasil menarik perhatian lebih dari 395.000 orang di platform tersebut.
Dilansir dari Forbes (03/10/2024), Courtney memulai tren ini setelah diberhentikan dari pekerjaannya sebagai desainer grafis pada November lalu. Kemudian ia melamar sekitar 30 pekerjaan setiap hari, namun belum juga mendapatkan hasil yang diharapkan.Â
Hal tersebut membuatnya, terinspirasi untuk membuat  tagar "despirate" berwarna ungu cerah. Melalui aksi kreatifnya, perempuan berdarah Inggris ini berhasil menonjolkan diri di antara kandidat-kandidat lain, yang pada umumnya memakai bingkai #OpenToWork.
Kemudian aksinya menjadi tren baru yang banyak diikuti dan menjadi topik hangat di kalangan jobseekers dan rekruter, baik itu orang-orang yang sengaja mencari ketenaran hingga orang yang berada di titik putus asa sebenarnya.Â
Salah satu orang yang turut mempopulerkan tren ini yaitu Hanna McFadyn, Jobseeker wanita berusia 22 tahun tersebut memasang tanda #Desperate, Namun ia tetap mempertahankan ekspektasi gaji layak dan tidak ingin diperlakukan buruk oleh perusahaan.Â
Pendekatan kreatif ini mendapat pujian dari pakar pemasaran, Seth Godin, yang membandingkannya dengan konsep "purple cow, " sesuatu yang luar biasa dan tidak bisa diabaikan.Â
Seperti dampak yang dirasakan Courtney, Menurut Godin, pencari kerja yang berani mengambil pendekatan berbeda akan lebih mudah menarik perhatian dibandingkan mereka yang mengikuti cara konvensional.
Namun, jika kamu tertarik mengikutinya, penting untuk memahami baik dan buruknya dampak dari penggunaan tagar ini, serta implikasinya dalam konteks psikologi dan personal branding.
Betikut ini adalah beberapa dampak Positif #Despirate yang dikumpulkan dari berbagai sumber:
1. Meningkatkan VisibilitasÂ
Seperti telah disinggung sebelumnya, penggunaan #Despirate ini dapat menarik perhatian lebih banyak perekrut dan profesional di industri. Dalam era di mana banyak pencari kerja memiliki profil serupa, tagar yang unik dapat membantu untuk tampil menonjol.
2. Membangun Komunitas
Dengan menggunakan tagar ini, para jobseekers dapat menemukan dan terhubung dengan orang lain yang memiliki pengalaman serupa. Ini dapat menciptakan rasa solidaritas dan dukungan di antara mereka yang menghadapi tantangan yang sama.
3. Mendorong Diskusi
#Despirate membuka ruang untuk diskusi tentang kesehatan mental dalam pencarian kerja. Ini penting karena, menurut survei yang dilakukan oleh Forbes, lebih dari 70% pencari kerja melaporkan, mereka mengalami kecemasan dan tekanan selama proses pencarian kerja.
Lantas, apa dampak Negatif #Despirate yang bisa saja terjadi?
1. Menurunkan Citra Profesional
Terkadang, menggunakan tagar yang terkesan putus asa dapat menciptakan kesan negatif di mata perekrut. Dalam konteks personal branding, citra yang ditampilkan di media sosial sangat penting. Mempertahankan citra positif dan percaya diri harus menjadi prioritas.
2. Kecemasan BerlebihÂ
Teori psikologi menunjukkan bahwa perbandingan sosial dapat menyebabkan peningkatan stres dan kecemasan. Jobseekers yang terjebak dalam FOMO (Fear of Missing Out)Â dapat merasa tertekan untuk mengikuti tren yang sedang viral, bukan berfokus pada pengembangan diri.
3. Menggeserkan Fokus Utama
Menurut BPS (Badan Pusat Statistik), per febtuari 2024, terdapat lebih dari 7,2 juta pengangguran di Indonesia. Hal ini harusnya menjadi perhatian jobseeker, bahwa mendapatkan kerja dan berpenghasilan adalah fokus utama.Â
Terlalu terfokus pada citra di media sosial dapat mengalihkan perhatian dari pencarian peluang di dunia nyata yang seringkali terabaikan. Untuk itu penting memprioritaskan keterampilan dan pengalaman yang sesuai dengan posisi yang dicari.
Hal yang kerap kali dilakukan generasi Z dan milenial, dalam menghadapi trend, salah satunya adalah FOMO, yaitu fenomena psikologis yang terjadi ketika individu merasa khawatir kehilangan pengalaman berharga yang dimiliki orang lain.Â
Demiakian dalam konteks pencarian kerja, tagar desperate ini dapat mendorong jobseekers untuk melakukan hal-hal yang tidak konsisten dengan nilai dan tujuan mereka, hanya demi mengikuti tren. CMIIW (*)Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H