TikTok memainkan peran besar dalam memperkuat tren ini, terutama ketika konten tersebut viral dan dianggap sebagai standar keberhasilan dalam sebuah hubungan.
Namun, terkadang flexing keromantisan ini menciptakan ekspektasi tidak realistis tentang apa yang seharusnya dilakukan dalam sebuah hubungan dan bagaimana mereka bersyukur berada dalam suatu hubungan.Â
3. Normalisasi Penyimpangan Sosial
Dari maraknya flexing keromantisan, hal yang sering kali diwajarkan adalah penyimpangan dalam hubungan, yakni pasangan yang berinteraksi layaknya sudah resmi menikah, mengesampingkan nilai moral, sosial dan agama.Â
Beragam konten yang secara terbuka berbicara tentang pengalaman  living together dan sex before marriage, baik itu secara eksplisit maupun implisit yang kemudian memicu diskusi berkepanjangan, terkadang tanpa sadar menormalisasi hal tersebut.Â
Dalam hal ini, kebebasan berpendapat memberikan peluang bagi mereka yang memegang pendirian sex before marriage hanyalah sebuah prinsip subjektif dan dapat ditentang dengan perspektif lain.Â
Aktivitas tidak sehat seperti itu, khawatir di kemudian hari, living together dan sex before marige justru semakin dianggap normal bahkan menjadi love languange generasi muda mendatang.Â
4. Remake Tren Menjadi Konten Romantis
Banyak tren yang awalnya tidak terkait dengan cinta, seperti tantangan tarian atau konten komedi, sering kali diromantisasi oleh para pengguna TikTok.Â
Tren-tren ini kemudian diubah menjadi ajang untuk menunjukkan kasih sayang kepada pasangan, yang semakin memperkuat posisi cinta dan hubungan sebagai elemen penting dalam konten TikTok.
Bagi sebagian orang, tren ini dianggap sebagai cara kreatif untuk mengekspresikan cinta, tetapi bagi yang lain, ini dapat menambah tekanan untuk selalu mempublikasikan hubungan mereka.Â