Berita yang menonjolkan konflik atau kesulitan dalam rumah tangga sering kali diiringi dengan narasi yang kuat mengenai penderitaan dan kesedihan, sehingga menimbulkan hubungan emosional dengan audiens atau human interest.Â
Berangkat dari human interest pada korban KDRT atau perselungkuhan misalnya, dalam psikologi ada yang namanya vicarious trauma (trauma tidak langsung) atau bisa disebut juga trauma skunder.Â
Dalam hal ini, meskipun pembaca tidak mengalami langsung, mereka dapat merasakan efek emosional yang mendalam dari berita-berita tersebut, yang akhirnya membentuk sikap skeptis terhadap pernikahan.
Dampaknya Terhadap Perubahan Sosial
Tren "Marriage is Scary" ini tidak hanya memunculkan rasa takut untuk menjalin hubungan yang sah secara agama dan negara, tetapi juga mendorong perubahan perilaku yang berbeda dalam masyarakat.Â
Di satu sisi, tren ini mendorong individu untuk lebih mandiri, menyayangi diri sendiri dan kritis dalam memilih pasangan. Mereka lebih berhati-hati, berusaha memahami potensi masalah dalam pernikahan, dan mencari cara untuk menghindarinya.
Termasuk dengan adanya perjanjian sebelum memutuskan menikah atau janji pra nikah, meleknya kesadaran tentang budaya patriaki yang merugikan salah satu pihak, tren "speak up" dari para korban KDRT, juga kontrol sosial yang ketat terhadap tingkah laku berumah tangga.Â
Namun, di sisi lain, tren ini juga membawa dampak negatif. ketika privasi berumah tangga lambat laun terkuliti netizen, pernikahan hanya dianggap monster yang menyeramkan tanpa diiringi dengan semangat belajar, mempersiapkan bekal mental, finansial, emosional.Â
Ketakutan yang berlebihan bisa mengakibatkan penurunan angka pernikahan, dan pada gilirannya bisa menyebabkan peningkatan dalam hubungan tanpa komitmen resmi.Â
Lebih jauh lagi, ada kekhawatiran bahwa tren ini bisa merusak institusi pernikahan itu sendiri, membuat orang lebih memilih untuk hidup bersama tanpa menikah, atau bahkan menghindari hubungan jangka panjang sama sekali.
Pada akhirnya, tren "Marriage is Scary" mencerminkan pergeseran pandangan masyarakat terhadap pernikahan. Ini adalah respons terhadap tekanan sosial dan realitas pernikahan yang sering kali jauh dari ideal.Â