Mohon tunggu...
Gita Tamtama
Gita Tamtama Mohon Tunggu... Bankir - Memayu Hayuning Bawono

Full time a reader, part time a writter

Selanjutnya

Tutup

Politik

Paradigma Kedaulatan di Beranda Negeri: "Ancaman Konflik Laut China Selatan Terhadap Kedaulatan Indonesia di Laut Natuna"

16 Mei 2024   17:16 Diperbarui: 29 Mei 2024   10:53 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Liputan6

Langkah tersebut tentu dicermati oleh China karena kehadiran seorang kepala negara di daerah sengketa mengandung pesan tersirat bahwa “jangan bermain-main dengan kedaulatan negara kami”. Dari kasus sengketa Blok Ambalat pula lah terpantik kesadaran pentingnya alutsista TNI yang memiliki daya gentar (deterrence) sehingga tercetus lah Minimum Essential Force (MEF) yaitu proses untuk modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista) Indonesia. MEF dicanangkan Pemerintah Indonesia pada 2007 oleh Prof. Dr. Juwono Sudarsono, S.H. 

Sejak saat itu, MEF dibagi menjadi tiga rencana strategis (renstra) hingga tahun 2024. Pada pelaksanaannya, MEF ternyata cukup membuat negara di kawasan bergejolak karena khawatir akan adanya perlombaan senjata di ASEAN. Seperti saat rencana pengadaan Kapal Selam Kilo Class dari Rusia untuk memperkuat TNI AL, media dan pengamat militer Australia telah heboh dan panik, ditambah dengan pemesanan Sukhoi Su-35 sebagai pengganti F-5 E/F Tiger II yang pada akhirnya diurungkan karena berada di bawah bayang-bayang sanksi CAATSA. 

Kembali ke kasus Natuna, diakui atau tidak namun fakta bahwa China telah menjadi raksasa baru dalam geopolitik dunia patut diwaspadai oleh Indonesia. Sebagai salah satu mitra dagang terbesar Indonesia, pertumbuhan ekonomi China tentu berbanding lurus dengan anggaran pertahanannya, bahkan baru-baru ini China telah show of force pada dunia dengan launching uji coba kapal induk ketiga mereka (Fujian.red). 

Sebuah negara apabila memiliki kapal induk bahkan lebih dari satu tentu bukan perkara receh baik dari segi anggaran, pemeliharaan maupun operasi, karena memiliki kapal induk dapat diartikan sebagai negara aggressor yang siap berlayar kemanapun beserta satuan gugus tempurnya yang umumnya terdiri dari wing tempur udara, kapal destroyer, kapal cruiser dan kapal selam.

Lantas apakah Negara kita merasa inferior dan takut terhadap China? Tentu jawabannya Tidak!!!.

Si vis pacem, para bellum (“Jika kau mendambakan perdamaian, bersiap-siaplah menghadapi perang“), tentu istilah ini sering kita dengar dan perlahan langkah ini pun dilakukan sebagai antisipasi dinamika geopolitik di kawasan. Pemerintah Indonesia tentu tetap memprioritaskan upaya diplomasi dalam penyelesaian sengketa perbatasan berlandaskan prinsip seribu kawan terlalu sedikit, satu musuh terlalu banyak. Namun Menteri Pertahanan RI yang juga sekaligus Presiden terpilih 2024-2029, Jenderal TNI (HOR) (Purn) Prabowo Subianto telah mengantisipasi agresifitas China dengan memperbaharui alutsista TNI, terutama aspek laut dan udara yang menjadi perisai dan ujung tombak di beranda Ibu Pertiwi ini. Kedatangan Dassault Rafale dalam jumlah cukup signifikan mendongkrak efek daya gentar TNI AU ditambah rencana penempatan Rafale di Skadron Udara 16 Lanud Roesmin Nurjadin yang berhadapan langsung dengan perairan Natuna tentu akan mempercepat proses intercept, belum lagi rencana pengadaan Boeing F-15EX Eagle, KF-21 Boramae, Pesawat peringatan dini dan pengendalian udara (AEW&C) menambah kekuatan unsur udara yang selama ini diemban Sukhoi Su-27/30 Flanker sebagai heavy fighter dan F-16 Fighting Falcon, T-50i Golden Eagle beserta BAe Hawk 100/200 sebagai light dan trainee fighter. Dari unsur laut pun tak kalah mentereng, rencana pengadaan fregat FREMM, kapal selam Scorpene, korvet dan kapal PPA serta beberapa rudal anti kapal ATMACA akan melengkapi armada kapal perang TNI AL yang selama ini diperkuat rudal Harpoon, Exocet, Yakhont dan C802. Unsur darat yang notabene sebagai benteng terakhir apabila udara dan laut telah dikuasai akan diperkuat Helikopter Black Hawk untuk mendampingi unsur puspenerbad yang selama ini diperkuat AH-64E Apache, Mi-35 Hind dan Mi-17.

Beragam kecanggihan alutsista yang dimiliki akan sia-sia apabila tidak didukung oleh SDM yang profesional, oleh karena itu TNI secara rutin melaksanakan latihan antar kecabangan (TNI AD), Armada Jaya (TNI AL), Angkasa Yudha (TNI AU) maupun latihan gabungan TNI. Hanya saja penulis beropini bahwa selama ini latihan tersebut hanya didoktrin untuk merebut suatu wilayah yang telah dikuasai musuh (attack), penulis berharap tema latihan adalah pertahanan (defense) wilayah yang melibatkan semua unsur baik kogabwilhan, kolinlamil, koarmada maupun koopsudnas. Tentu kejadian seperti insiden Bawean Tahun 2003 tidak ingin kita alami kembali, bagaimana lambatnya antisipasi kita saat itu ketika rombongan kapal induk dan F/A-18 Hornet Amerika melintas dan bermanuver di wilayah Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Radar Kohanudnas telah mendeteksi titik X sebagai objek tak dikenal sekitar pukul 12.00 WIB, namun baru diintercept sekitar pukul 17.00 WIB. Rentang waktu inilah yang penulis harapkan dapat dipangkas. Terlebih apabila kita menengok pada saat panasnya geopolitik pasca referendum Timor-Timur, satu flight F/A-18 Hornet RAAF Australia dengan leluasa dapat terbang melintas (fly pass) di atas Lanud El Tari, Kupang setelah beberapa saat sebelumnya dapat diintercept oleh Hawk 100/200. Postur pertahanan Indonesia kini memang sudah cukup baik, namun mengingat dalam sengketa Natuna ini kita berhadapan dengan China sebagai raksasa baru maka kita pun harus waspada terhadap segala kemungkinan.

Penulis berharap Pemerintah memberi perhatian serius terhadap ancaman konflik di LCS, di dalam negeri koordinasi terpadu antar kementerian dan lembaga terkait sangat diperlukan baik dari TNI sebagai unsur pertahanan militer, Polairud Polri, Bakamla, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI (KKP) dan Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai Republik Indonesia (KPLP) sebagai penegakan yuridiksi teritorial guna melindungi nelayan lokal dan sumber daya alam Indonesia di perairan Natuna. Menanamkan rasa nasionalisme dan cinta tanah air pada penduduk lokal terutama nelayan yang berada di garis depan perairan Natuna agar turut serta menjaga dari gangguan dan ancaman nelayan asing yang terkadang dilindungi oleh coast guard China. Membangun kembali satuan rudal pertahanan udara (Surface to Air Missile/SAM) dan menempatkannya pada titik strategis di sekitar Natuna, dimana pada tahun 1960-an Indonesia mempunyai SAM 75 yang memiliki efek deterrence sehingga membuat negara yang ingin bermain-main dengan Indonesia akan berpikir ulang. Mengoptimalkan penggunaan drone ataupun UAV guna keperluan patroli pada blind spot area yang tidak tercover radar. Doktrin Latgab TNI agar tidak monoton menyerang pada satu titik, sesekali Latgab TNI perlu tema mempertahankan suatu wilayah dari serangan. Begitu pula dalam forum regional dan internasional, Pemerintah Indonesia harus tetap menjaga kedaulatan Natuna melalui jalur diplomasi, Meningkatkan intensitas patroli dan latihan bersama negara sahabat terutama ASEAN di LCS seperti Indopura, Malindo, Ausindo dan Latihan Militer Gabungan ASEAN guna bersama-sama menjaga keamanan LCS sekaligus menunjukkan eksistensi ASEAN pada China bahwa Indonesia memegang pengaruh dan peranan penting di ASEAN.

Melalui opini tulisan ini, penulis berharap dapat menggelorakan kembali rasa nasionalisme terhadap kedaulatan negara kita dan membangkitkan kembali kesadaran untuk bersama saling bahu membahu menjaga kedaulatan NKRI di sanubari anak negeri. Cukuplah Sipadan-Ligitan sebagai pelajaran yang sangat mahal dan jangan sampai terulang kembali, mengingat postur pertahanan kita yang perlahan semakin baik tentunya akan meningkatkan bargaining position dalam kancah diplomasi geopolitik regional maupun internasional.

Penulis : Gita Tamtama Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun