Mohon tunggu...
Gitasya Ananda
Gitasya Ananda Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi tingkat dua Sastra Inggris di Universitas Airlangga.

On ne voit bien qu'avec le cœur. L'essentiel est invisible pour les yeux.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengunjungi Ruang Pemikiran Robert Nozick dan Kritiknya terhadap Teori Keadilan Distributif John Rawls

15 Desember 2020   23:57 Diperbarui: 16 Desember 2020   00:04 3061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam pengertian ini, realisasi hak bukanlah tujuan dari dibangunnya suatu tatanan, melainkan merupakan pengandaian yang aktif selama proses pembangunan tersebut, yang mengekang setiap tindakan yang hendak melanggar hak. Dibahasakan secara berbeda, realisasi hak bukanlah tujuan dari tata politik emansipatoris, melainkan merupakan aksioma-nya.

Kritik Nozick terhadap Teori Keadilan Distributif Rawls

Sekitar tahun 1970-an dan 1980-an, banyak perdebatan yang muncul terkait gagasan Rawls dalam A Theory of Justice. Salah satunya pada persoalan bagaimana keadilan distributif tampil sebagai ancaman bagi kebebasan. 

Gagasan ini diutarakan oleh Robert Nozick di tahun 1974. Nozick yang mewakili kelompok Libertarian (di dalamnya juga termasuk Friedrich Hayek dan Milton Friedman, yang mengklaim dirinya sebagai pengikut setia gagasan kebebasan Locke) menegaskan bahwa keadilan redistributif yang digagas Rawls akan menjadi ancaman konstitusional. 

Nozick dalam Anarchy, State, and Utopia juga menyasar gagasan Rawls soal prinsip perbedaan (different principles)--setelah menjelaskan bagaimana peran minimal negara dan teori hak, yang merupakan argumen khas dari kelompok Libertarian. 

Pokok utamanya, keadilan dalam pemikiran Nozick adalah soal penghargaan yang tinggi terhadap hal-hal alami yang dimiliki masing-masing orang yang menjadi bagian dari masyarakat. Struktur masyarakat, karenanya harus dapat menjamin bahwa setiap orang memiliki kebebasan dan otonomi untuk memutuskan soal kepemilikannya. 

Dalam pemahaman itu kemudia Nozick tidak sepakat jika individu dengan segala hak kepemilikannya dipaksakan begitu saja harus memberikan apa yang dimiliki demi sekelompok orang yang dianggap tidak beruntung. Pemaksaan, dengan alasan serasional apapun, sama saja dengan merenggut kebebasan. 

Berbagai pertanyaan memenuhi kepala saya seusai membaca kritik Nozick terhadap Rawls, bukankah Nozick dalam Entitlement theory-nya sedang mengajukan suatu nilai (value) yang dianggap lebih tinggi dan karenanya harus diusahakan dalam suatu masyarakat? bukankah penghargaan yang tiggi terhadap kebebasan dan otonomi seseorang dalam mengalokasikan kepemilikannya adalah sebuah nilai yang terikat dalam suatu tradisi masyarakat? 

Apakah dalam memikirkan dan menggagas konsepsi keadilan lantas seorang Nozick harus sedemikian rupa dilepaskan dari pengetahuan apapun tentang 'diri' dan lingkungannya; tentang karakter personal, status sosial, hingga latar belakang sejarahnya? Apakah mungkin Nozick harus melepaskan atribut pada dirinya sebelum dia bicara soal keadilan? 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun