Jadi, Nozick menyimpulkan bahwa negara bisa tumbuh dari kondisi alamiah tanpa pelanggaran hak, asalkan proses yang dipaparkan sebelumnya terjadi. Di sini Nozick membantah kaum anarkis individualis yang menganggap bahwa keberadaan negara secara inheren tidak bermoral.
Berlawanan dengan itu, ia menunjukkan bahwa transisi dari state of nature ke minimal state dapat dibenarkan secara moral (asalkan negara tersebut diandaikan betul-betul mengamankan hak masing-masing individu).
Di sini terlihat bahwa titik pijak evaluasi atas bermoral/tidaknya sebuah tata politik, dalam kacamata Nozick, ditentukan oleh derajat korespondensinya dengan hak individu.
Minimal State: The only justifiable state
Bagi Nozick, satu-satunya etika kenegaraan yang bisa dijustifikasi adalah keadaan negara dengan peran minimal, atau yang dikenal sebagai minimal state, yang tidak melanggar hak individu karena fungsinya hanya terbatas pada perlindungan individu dari pemaksaan, pencurian, penipuan, dan penegakan kontrak.
Dia menetapkan dua persyaratan untuk sebuah negara: (i) monopoli yang sesuai untuk kekuatan di wilayah tertentu; dan (ii) pemberian perlindungan oleh negara dalam batas-batas geografisnya.
The Entitlement Theory
The entitlement theory atau yang bisa disebut sebagai teori hak, merupakan teori yang Nozick ciptakan atas dasar penolakannya terhadap teori distributif milik Rawls. Dalam asumsi teori ini, keadilan tidak akan eksis tanpa hak. Seseorang yang tidak memiliki hak apapun tidak dapat dilanggar haknya, oleh karenanya ia tidak dapat menuntut keadilan. Agar ada keadilan, oleh karenanya, mesti ada hak. Adil berarti bersesuaian dengan hak.
Dari sini kemudian Nozick merumuskan konteks umum untuk mengevaluasi keadilan suatu tata politik: "Apapun yang muncul dari sebuah situasi yang adil, melalui langkah yang adil, adalah juga adi".
Apabila situasi A adil (sesuai dengan hak masing-masing individu) dan terjadi peralihan yang adil ke situasi B, maka situasi B dengan sendirinya adil. Dengan kata lain, keadilan berciri transitif (secara formal, jika x = y dan y = z, maka x = z).
Jelas bahwa kerangka evaluasi yang ditawarkan Nozick ini bersifat historis---artinya, kerangka tersebut mengevaluasi adil/tidaknya suatu tatanan berdasarkan kesejarahan dari munculnya tatanan tersebut; apakah sejarahnya (mulai dari terbentuknya hingga peralihannya) mengandung ketidakadilan atau tidak, dan seterusnya.
Ciri historis ini ia sebut sebagai 'asas historis' dan ia perlawankan dengan 'asas hasil-akhir' yang menjadi ciri pendekatan welfare economics (mengevaluasi adil/tidaknya distribusi barang dalam masyarakat dengan mengabaikan faktor sejarah dan mematok terlebih dulu model keadilan yang diidealkan).
Gagasan yang serupa juga menjadi landasan argumen Nozick dalam mengritik pendekatan normatif berbasis tujuan (goals) dibandingkan pendekatan normatif berbasis kekangan (constraints).