Mohon tunggu...
sagita sanaa romadhona
sagita sanaa romadhona Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Administrasi Publik

Illegitimi Non Carborundum

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kualitas Omnibus Law Dalam Perspektif Efektivitas Komunikasi (Maier)

11 Juni 2022   23:37 Diperbarui: 16 Juni 2022   04:19 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dapat terlihat bahwa poin dari Omnibus Law ini dianggap tidak pro dengan rakyat sipil sehingga memicu terjadinya aksi demonstrasi masyarakat. Tidak hanya demonstrasi, tetapi juga rakyat menolak pengesahan UU tersebut melalui tagar #mositidakpercaya kepada pemerintah dan DPR yang sempat menjadi trending di Twitter. Pergolakan buruh tersebut juga dinilai lebih berpihak pada perusahaan sebagai pemilik dari alat-alat produksi. Omnibus Law ini dianggap akan menciptakan kesenjangan kelas antara perusahaan dengan buruh. Perusahaan diberikan peluang untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan memanfaatkan kelebihan jam yang dilakukan oleh pekerja.

Omnibus Law juga menyebabkan alienasi karena berusaha untuk menarik investor asing. Investor tersebut nantinya dapat memperoleh apa saja dan mengambil banyak peran dalam perekonomian. Sementara itu, buruh yang tidak berdaya dalam hal uang tidak akan berimbas banyak dalam kegiatan ekonomi karena buruh tidak berpotensi menghasilkan banyak uang. Kebijakan ini juga memicu eksploitasi kerja secara bebas karena penetapan upah didasarkan pada jam kerja, adanya peniadaan sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi hak pekerja, dan adanya sistem outsourcing. Pemerintah ingin mewujudkan perekonomian Indonesia yang maju, tetapi masyarakat merasa dirugikan dengan adanya UU tersebut. Meskipun banyak masyarakat yang menolak atau belum mengetahui isi UU tersebut, UU Ciptaker sudah disahkan dan harus dijalankan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kemudian, bagaimana kualitas kebijakan UU Cipta Kerja apabila dianalisis dengan pendekatan efektivitas komunikasi menurut Maier? Sebelumnya, efektivitas pengambilan keputusan menurut Maier (2007:10) yaitu suatu keputusan dapat dinilai efektif atau tidak dengan berdasarkan pada penilaian penerimaan kemudian dibandingkan dengan kualitas keputusan itu sendiri. Kualitas pengambilan keputusan dilihat dari hal-hal yang bersifat teknis dan rasional seperti kesesuaian dengan pokok permasalahan yang hendak diselesaikan, kesesuaian dengan tujuan pengambilan keputusan, dan prosedur pengambilan keputusan. Sementara itu, aspek penerimaan dapat dilihat dari ada tidaknya dukungan dan kepatuhan terhadap keputusan yang diambil.

Kualitas dari pengambilan keputusan menurut pendekatan Maier ini terbagi menjadi tiga tipe. Apabila dilihat dari kualitas kebijakan dan penerimaan dari kebijakan UU Cipta Kerja, UU ini tergolong pada tipe pertama. Tipe pertama yaitu efektivitas pengambilan keputusan dicapai dengan kualitas pengambilan keputusan yang tinggi dan penerimaan yang rendah (A/Q). Dapat terlihat bahwa kualitas yang terkandung dalam kebijakan UU Cipta Kerja itu sudah baik dan bermanfaat bagi beberapa masyarakat. Akan tetapi, manfaat tersebut tidak secara merata dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat. Maka dari itu, penerimaan terhadap kebijakan tersebut tergolong rendah karena banyaknya masyarakat yang bersikap kontra terhadap kebijakannya. Menurut pendekatan Maier, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan tersebut belum efektif secara sempurna karena kurangnya penerimaan dari masyarakat terhadap kebijakan UU Cipta Kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun