Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Benarkah UGD RS Jerman Jauh Lebih Baik dari Indonesia?

2 Desember 2016   03:31 Diperbarui: 4 Desember 2016   10:49 603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak nomer dua yang berasal dari Singapura ingin mengunjungi saya di Jerman karena di Singapura pas liburan sekolah . Karena dia masih minor dan baru berusia 14 tahun maka kami menitipkan dirinya dengan maskapai penerbangan yang membawanya dari Singapura ke Berlin.

Tentu saja tidak lupa saya membeli asuransi perjalanan untuk liburan kali ini. Tidak lupa saya mewanti-wanti jangan repot-repot membawa koper, tas punggung saja sudah cukup karena semua keperluan dari baju, celana dll saya sudah menyiapkannya di Jerman. Jadi anak saya cuman nenteng tas punggung perjalanan jauh-jauh dari Singapura–Berlin. Sampai -sampai saya ditanyai Polisi di bandara, mana kopernya? Bingung dia.

Singkat kata anak saya sampai dengan selamat di Berlin dan kami sudah merencanakan rencana liburan musim dingin dengannya, mau main ski di Swiss, mau jalan-jalan ke Perancis, mau ke Eropa Park, mau berenang ke Tropical Island pokoknya banyak rencana perjalanannya. Saya sih senang saja selama Tuhan masih memberikan saya rezeki .

Hari Sabtu kami merencanakan akan keliling kota Magdeburg kemudian dilanjutkan makan siang pilihan anak-anak di Resto Fastfood, dasar anak-anak guyonan melulu. Di depan rumah anak saya yang menginjak remaja ini bercanda dengan adiknya yang berumur 9 tahun jorok-jorokan, kejar-kejaran. Sampai akhirnya sang kakak tersandung dan jatuh di samping mobil, badannya sih tidak apa-apa, tetapi tangan terkilir dan tiba-tiba dia mengaduh kesakitan, wajahnya langsung pucat. Saya langsung melihat tangannya dan insting mengatakan pasti terkilir, ya sudahlah kita tidak jadi jalan-jalan. 

Tangannya saya pijat halus pelan-pelan sambil dibaluri minyak pijat, tidak berapa lama kemudian dia tertidur, dalam hati saya berpikir pasti esok pagi sudah baik. Kebetulan saya punya param dan beras kencur jadi saya baluri tangannya dengan param tersebut sambil tangannya saya bebat dengan kain dan posisi ditinggikan.

Keesokan harinya saya tanyakan ke anak saya apa masih sakit atau tidak, tenyata tangan anak saya malah sudah bengkak. Wah kalau begini ini mesti dibawa cepat ke Rumah Sakit. Karena hari minggu jadi langsung saja anak saya kita bawa ke UGD Unit gawat darurat Klinikum Olvenstedt, Sebuah RS terdekat dari rumah kami. Dengan mobil kami meluncur cepat kira-kira 10 menit. 

Sebelum itu saya siap-siap menyediakan uang cash 2K € (kira-kira 30 Juta) dan segambreng credit cards, untuk jaga-jaga kalau nanti diminta uang deposit, atau uang ini uang itulah seperti RS di Indonesia yang terkenal dengan birokrasi duit yang berbicara walaupun ada pasien yang membutuhkan pertolongan segera.

Di counter RS saya segera memberikan Passport anak saya dan dokument Travel Insurance. Resepsionis memfoto copy keduanya. Dan ternyata saya tidak dimintai uang tunjuk, uang pendaftaran atau uang deposit dll. Malah para Dokternya berusaha keras berbicara bahasa Inggris dengan anak saya, dan mereka ramah sekali memperlakukan anak saya.

Apa karena dia dari Singapura? Apa karena kita akan bayar cash? Wallahu alam. Yang pasti perlakuan mereka super duper friendly dan baik sekali, kata suami saya karena saya akan membayar cash dan tidak membayar memakai kartu Krankenkasse (asuransi di Jerman) jadi mereka super duper friendly, benarkah? mboh saya tidak tahu.

Saya jadi ingat pengalaman saya sakit beberapa bulan lalu yang mendapatkan perlakuan judes dari Dokter dan perawat-perawatnya. Kali ini perlakuan berbeda didapat anak saya dari Receptionist, Dokter dan Perawat. Yang pasti saya angkat topi dulu dengan cara mereka menangani pasien di UGD, uang dinomor duakan, pasien dinomorsatukan.

Menunggu kira-kira setengah jam anak saya langsung di Rongent (X-Ray) dan kami menunggu hasilnya kira-kira 15 menit. Dokter memanggil saya dan memperlihatkan hasil Rontgen tersebut, ternyata tulang di tangan patah dan mesti disambung dengan metal atau apalah namanya menurut istilah Dokter Jerman. Anak saya mesti dioperasi hari itu juga. 

Saya didatangi Dokter anaesthetic yang menjelaskan dengan detail prosedur-prosedur anaesthetic untuk Operasi nanti, baru kali ini di Jerman saya benar-benar diberi penjelasan yang gamblang tentang apa yang akan mereka lakukan untuk membikin anak saya tertidur selama menjalani Operasi yang berlangsung selama kurang lebih satu jam ini. 

Saya juga didatangi Dokter anak yang khusus in charge di Wards nya anak saya, mereka datang satu persatu menemui saya. Dalam hati saya bertanya-tanya berapa sih nanti bill yang harus saya bayar? Kok perlakuan ini seperti istimewa sekali. Saya timang-timang segambreng credit cards sambil menerka-nerka, apa cukup nanti? Sambil deg-degan.

15253421-10210162141382527-2735358350126713013-n-5840849c2123bd060d006283.jpg
15253421-10210162141382527-2735358350126713013-n-5840849c2123bd060d006283.jpg
Sementara si kecil adiknya sibuk bermain-main dengan stethoscope, dia mengarahkan stethoscope tersebut ke dadanya sendiri, ke dada kakaknya, ke tembok, kemana saja yang dia suka. Saya memperingatkan jangan bermain-main dengan benda itu. Tetapi Dokter yang ramah-ramah ini malah mengatakan ke anak saya untuk menunggu sebentar nanti dia akan mengajari anak saya sendiri bagaimana caranya menggunakan stethoscope tersebut.

Haduh bukannya dimarahi anaknya tetapi malah mau diajari. Si kecil tentu senangnya bukan main, dia bertanya ini bertanya itu ke Dokter-dokter yang ramah ini. Saya minta maaf ke mereka atas kecerewetan si bungsu ini. Tetapi dengan santai si Dokter bilang, bagus itu anak yang suka bertanya, dari pada diam saja .

Dokter memberi info bahwa operasi akan dilakukan jam 4 sore, anak saya tidak boleh makan dan minum. Kemudian mereka membawa kami ke Ward untuk beristirahat sambil mengganti pakaian anak saya ke pakaian pasien untuk operasi. Sambil menunggu operasi, saya dan si kecil makan siang yang sudah terlanjur menjadi setengah makan malam. 

Menunggu beberapa jam di Wards, Perawat yang ramah-ramah segera memanggil saya untuk mengikutinya, katanya operasi sudah selesai dan saya dipersilahkan menungu di depan kamar Operasi. Pintu terbuka dan perawat ramah tersebut mempersilahkan saya mendorong bed anak saya kembali ke wards nya, jadi bed ini kita dorong berdua. Huh? Saya jadi mikir mungkin mereka kekurangan tenaga perawat. Tapi terus terang saya senang sekali dilibatkan seperti ini, karena kita sebagai ibunya dilibatkan secara langsung untuk melihat dan mendorong bed keluarga sendiri. Anak saya kelihatan pucat dan masih mengantuk. Biarkan dia tidur kata perawat itu lagi.

Segera saya bilang ke anak saya untuk istirahat, besok pagi saya akan datang lagi. Begitulah besok paginya jam 10 saya mengunjungi anak saya lagi, dia sudah segar bugar seperti biasa hanya saja tangan kanannya di perban dengan gips. Nafsu makannya masih besar, makanan RS tentu saja kurang untuk anak saya yang bertinggi 173 cm dan berat 62kg ini. Saya ajak dirinya ke kantin, dan dia memilih susu coklat dengan burger. Saya ketawa saja, bayangkan saja, anak saya ini suka sport, dia olahraga panjat tebing, futsal, basket ball, volley dll. Bayangkan makannya pasti banyak bukan?

Sakit tangannya , tapi nafsu makan jalan terus
Sakit tangannya , tapi nafsu makan jalan terus
Kembali ke wards , Dokter mengatakan bahwa saya boleh membawa anak saya pulang, kemudian saya diberi surat untuk rawat jalan dengan Dokter anak yang sudah di tunjuk oleh RS. Saya juga dibekali dengan video Rontgen dan surat-surat diagnosa dan surat untuk Dokter rujukan. 

Saya menunggu sebentar di depan Receptionist, uang dan credit cards segambreng sudah saya siapkan, dan saya masih menunggu untuk membayar biaya selama anak saya mondok disini. Ternyata Perawat mengatakan saya bisa membawa anak saya pulang, tidak sedikitpun disinggung soal bayaran dan biaya RS. Bayangkan saja betapa efisiennya orang Jerman ini, Operasi tulang tangan patah ini hanya mondok sehari saja, Minggu check in Senin Check out seperti di Hotel. Bravo!

Ya ok, saya ajak anak saya ke Mall sebentar karena dia ingin makan makanan Asia, hanya di Mall terdekat di Flora Park ada makanan Asia. Saya sibuk berpikir pasti bill Rumah sakit akan datang seminggu kemudian, bagaimana kalau saya tidak bisa membayar? Batin saya dalam hati. 

Sarapan yang ke dua kalinya
Sarapan yang ke dua kalinya
Do you want to try? (Apa kamu mau mencoba) Tanya anak saya.
Try what? (Coba apa) ( bahasa Singlish ye...)
Try to run away lah Mami... no need to pay Hospital, see what they can do. ( Coba untuk melarikan diri lah Mami, tidak perlu membayar, coba apa yang akan mereka lakukan )
Hahahahhahaha jialat... anak saya ngajarin yang nggak-ngak.

Kita tunggu saja nak , berapa besar biaya Rumah sakit ini.”

Besoknya sewaktu kontrol di Dokter anak, lagi-lagi Receptionis dan dokternya super duper baik sekali, apa iya karena faktor cash? Anak saya diganti perbannya dan disuruh milih warna apa perbannya, dia milih warna biru. Dokternya pun sibuk bercanda dengan kami berdua. Begitu saja saya harus mengeluarkan uang 72Euro atau kira-kira Satu juta delapan puluh rupiah.

Appointment lagi minggu depan, yaitu Rontgen dan konsultasi, entahlah berapa lagi yang harus saya bayar untuk rawat jalan. Yang pasti semua bill-bill ini akan saya kumpulkan dan nanti akan saya klaim di Singapura!

Begitulah kira-kira ceritanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun