Mohon tunggu...
Gitanyali Ratitia
Gitanyali Ratitia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pemilik SPA dan Healing Therapy di Jerman

53 yrs old Mom with 3 kids, Fans of Marilyn Monroe, Jazz & Metallica , Bali - Java Wellness & Healing di Jerman, Positive thinker, Survival. Reiki Teacher, Angelic healer, Herbalis. I’m not the girl next door, I’m not a goody goody, but I think I’m human and I original. Life Is beautiful but sometimes A Bitch and someday It F***s You In The Ass but heeey dude! be positive.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laki-laki di Meja Makan

19 Juni 2016   14:10 Diperbarui: 20 Juni 2016   17:47 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laki-laki berwajah mirip Richard Gere itu menatapku dengan sorot mata redup, matanya berkaca-kaca . Dia berusaha menahan agar butiran bening air matanya tidak jatuh. Aku segera mengalihkan pembicaraan dan berdiri pura-pura mengambil sesuatu di kulkas. Kuulurkan es krim vanila campur banana dihadapan nya, berharap agar es krim bisa meredamkan sedikit kesedihannya. 

Umurnya 43 tahun , 2 tahun lebih muda dariku. Atraktif dan menarik, itu penilainku. Tetapi nasib nya tak seatraktif penampilannya. Dia tamuku, sebut saja nama keluarganya Ülrich. 

Telah 2 malam ülrich menginap dan besok dia harus pulang ke Dusseldorf dengan menyetir mobil sendiri. Dusseldorf - Magdeburg busa ditempuh dengan mobil kira-kira 4 jam perjalanan, kalau aku mungkin lebih memilih naik kereta api dari pada menyetir sendiri. Disamping capai terbayang juga dag dug dihati melewati  Autobahn . Rasa keder melihat laju kecepatan pengendara lainnya tanpa batas di Autobahn sering mengurung kan niat membawa mobil sendiri. Bagiku berkereta lebih aman untuk perjalanan lintas kota. Tetapi untuk orang Jerman membawa mobil sendiri mungkin lebih ekonomis dan tidak membuang waktu percuma. 

Kedatangannya ke Magdeburg untuk beremu anak nya Nancy Ãœlrich yang berumur 9 tahun. Telah 5 bulan dia tidak melihat anaknya semenjak mantan istrinya pindah dari Dussedorf ke Magdeburg tanah kelahiran nya. Ada kecenderungan mantan istrinya sengaja ingin menutup akses supaya Ãœlrich tidak bisa bertemu anaknya. Untuk itulah sejak 5 bulan lalu dirinya berusaha melacak jejak mantan istrinya dan baru beberapa waktu yang lalu di ketahui nya mantan istrinya pindah ke Magdeburg .

"Ex ku nenghalangiku untuk bertemu Nancy, dia mengganti telpon, pindah alamat dan terakhir ini pindah kota, aku tak tahu lagi harus bagaimana menghadapinya."

"Stop saja mengirim uang untuk maintenance Anakmu Ãœlrich, aku yakin ex mu bakalan complain ke court kalau kamu stop mendebit biaya tunjangan anak, setelah itu kamu juga bisa complain ke court kalau akses ke anak selalu dihalangi."

Itu saranku ke Ãœlrich malam itu dimeja makan. Suamiku hanya diam seperti biasa menganggung-angguk entah setuju atau menyangkal. Akupun tidak tahu jalan pikirannya kalau lalu diam.

"Aku tidak punya ke berani an untuk itu , kamu tahu nggak di Jerman Perempuannya sangat kuat kemauannya dan Pemerintah sangat-sangat melindungi perempuannya dan anak-anak". Kata Ãœlrich lebih lanjut.

" Ich weiss , I know ...tapi cobalah saranku itu siapa tahu kalian mendapatkan kesepakatan baru lagi dengan mu bisa akses anakmu lebih mudah lagi, karena mantan mu telah bertindak secara tidak adil begitu". 

Ülrich hanya bisa menghela napas, matanya berkaca-kaca. Laki-laki Jerman gede-gede badannya tetapi sangat sentimental dan halus perasaannya. 

"Aku juga tidak bisa mengakses anakku dulu lama sekali sejak kami bercerai. Sejak Sabrina berusia tiga tahun sampai sekarang sudah dewasa, tak satu kalipun aku bertemu anakku sampai sekarang, tetapi ya uang tunjangan jalan terus didebit otomatik dari rekeningku sampai Sabrina berusia 18 tahun." timpal Si Stephan suamiku tiba- tiba dia angkat suara.

"Hmmmmm aku tidak habis mengerti dengan kalian para lelaki, mosok hanya diam menerima begitu saja? Tidak bisa melihat anaknya, tidak dikunjungi anaknya , tidak saling bertemu dan hanya diam saja?" tanyaku sambil keheranan.

"Ja....inilah Jerman " jawab mereka serentak.

Ku ambil mangkok es krim yang sudah kosong sambil berpikir betapa kuatnya mindset perempuan Jerman sampai lelakinya dibuat tak berdaya seperti itu. Memang tidak semua akan berakhir sour seperti ini , tetapi sudah ada 3 case yang hampir sama dan itu semua ku ketahui dari kerabat, dari cerita teman sendiri dan dari pengalaman suami sendiri. 

2 laki-laki itu masih berbicara serius di meja makan. Entah sampai kapan mereka bisa merumuskan atau setidaknya mencapai kesepakatan kalau ternyata hak-hak mereka terabaikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun