[caption id="attachment_353958" align="aligncenter" width="576" caption="Black and white. "][/caption]
Pernahkah kamu percaya hanya dengan senyuman saja kamu bisa menyelamatkan nyawa seseorang? . Adalah aku bukan siapa-siapa mengalami hal itu. Terpuruk perasaan tercampakan, tidak berharga dan sendirian. Ku berjalan bagai kerangka hidup dengan mata menerawang di jalanan Metropolitan gedung-gedung tinggi nan megah di kawasan Perkantoran Rafles Place Singapore. Kupandangi lalu lalang orang yang sibuk berjalan dengan baju-baju kantoran. Nampak seperti robot berjalan dengan gerakan seragam, hanya dengan tujuan pasti pulang ke rumah!. Wajah-wajah dingin tanpa senyuman menghiasi raut muka , masuk ke MRT bawah tanah dengan muka tegang tanpa senyuman, aku benci itu , mana humanity kalian? . Semua nampak salah , semua nampak hitam, kelam dan penuh kesedihan.
Dunia  bukan lagi tampak indah, gemerlap lampu kelap-kelip di Orchard dan China Town menjelang Natalan yang dulu kurasakan indah sekarang nampak semu  dan beku tinggalah fatamorgana sia-sia. Lalu lalang pasangan saling menggenggam erat tangan dan berciuman nampak menusuk sekali ke ulu hatiku. Kenapa aku tidak bisa sebahagia itu? dimana kamu? kenapa engkau mencampakanku?. Aku benci itu....
Ada banyak toko-toko dan Mall di depanku yang biasanya mengobati lukaku, sekarang tampak lusuh dan kuno dimataku. Ada Paragon, Sogo, takashimaya, John Little, Plaza Singapura dan wisma Atria!. Aku tidak memerlukan itu.
Mana para desaigner terkenal itu yang bisa mengobati lukaku dengan maha karyanya? , Ku pandangi etalase Boutique terkenal di depanku , ada Gucci, Chanel, Prada , Christian Louboutin, Jimmy Choo tak satupun yang mampu menggerakan kakiku masuk ke sana. Aku berdiri sendiri bak patung Manequin di depan gambar-gambar wanita cantik di Takashimaya. Aku benci itu , kenapa tak juga naluri wanita menggerakkanku masuk ke sana? sudah butakah aku , mati rasakah aku dengan benda-benda yang biasanya membuat para perempuan bergelinjang karena nafsu konsumtifnya terpenuhi?
Kunyalakan rokokku pelan-pelan , masih setia dengan Sampoerna hijauku , entah apa ada di Neraka sana Sampoerna Hijau ini batinku. Ini yang terakhir . Isapan rokok terakhir kalinya, besok sudah tidak ada lagi . Dan kuharapkan anakku akan mengirimiku rokok sampoerna hijau di pusaraku . Hmmmmm ini isapan terakhir kalinya. Terakhir...terakhir.
Masih kulihat wajah-wajah dingin tak bersahabat di depanku. Mereka sibuk lalu lalang dengan tas besar di tangan. Aku akan membuat berita dan news tahun ini di sini di Orchard road pusat kota Singapore dan Pusat kota semua aktiitas orang berbelanja. Aku akan naik ke gedung tinggi itu dan melayang turun dengan hati damai demi akhiri penderitaanku, nanti ...ya nanti sebentar lagi. Sebentar lagi setelah habis rokokku.
Tiba-tiba perempuan itu tersenyum padaku sambil menghampiriku," boleh aku duduk disampingmu, pinjami aku koreknya " katanya lagi.
Aku pun harus tersenyum menyambut senyumannya tadi, seorang perempuan setengah baya dengan rambut dan  dandanan rapi. Dia tampak menarik sekali . Harum Chanel samar-samar semerbak baunya, hmmmm pasti ini kumpulan terbuangnya para perempuan yang menggelinjang kepanansan dengan merek itu!
"Menunggu suami? " tanyanya.
"Aku tidak bersuami" jawabku.
"Ah its ok...akupun lajang, life is beautiful "tambahnya lagi.
Berdua kami menghabiskan rokok tiba-tiba, sampai akhirnya perempuan itu menarik tanganku.
"Ayo kutraktir engkau minum di Chijmes sambil mendengarkan music live, aku suka kamu"
Ternyata masih ada mahluk yang tersenyum kepadaku ditengah hiruk pikuknya ke egoan kerlap-kerlip Singapore. Dialah Shely  yang telah menyelamatkanku dengan senyumnya. Dan dia suka aku! Sungguh suka aku...
Singapore 2007
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H