"Kenapa aku tidak boleh datang? bukankah aku hanya orang asing tapi bukan pengungsi atau pencari suaka?"
Ini balasannya :
"Nein! my dear.. . Kamu bukan pengungsi dan pencari suaka , tetapi kamu tetap orang asing disini . Saya tidak mau apa-apa terjadi denganmu. Ingat orang-orang itu bodoh semua"
Fakta yang ku ketahui adalah si pengungsi, si asing dan si lokal ini memiliki poin yang valid , yaitu:
1) Orang asing mencari masa depan yang lebih baik bagi diri mereka sendiri, keluarga dan anak-anak mereka dan hal ini wajar, asalkan:
2) Masyarakat setempat memiliki hak untuk merasa aman dan pengungsi tidak mendahului manfaatnya dan hak-hak mereka.
(Mari kita jujur dengan diri sendiri, kadang-kadang menjadi pengungsi itu jauh lebih mudah karena pemerintahan sosialis Jerman akan melakukan apa pun untuk mereka atas nama "kebijakan apapun"), dan tentu saja jangan lupa bahwa:
3) Kelompok pengungsi yang aku harapkan sebagian besar orang baik-baik dengan beberapa orang yang bukan pengungsi tetapi hanya ingin memanfaatkan rumah baru, kelompok pemalas, penjahat kecil dan itu semua adalah contoh buruknya hingga membuat semua pengungsi terlihat buruk, karena orang-orang lokal kemudian takut dan ketika mereka takut, itu sangat mudah untuk menggeneralisasi " mereka semua " versus "kita semua" .
Aku hanya berharap Jerman supaya lebih cerdas dengan ide menampung pengungsi yang sangat mulia ini dan aku juga menaruh hormat. Namun sekali lagi menampung mereka tidak bisa hanya dengan membuka pintu lebar-lebar kemudian menempatkan mereka secara terbuka , karena pengungsi adalah manusia , mereka bukan tanaman!. Masih banyak PR yang harus dikerjakan untuk kita semua , orang asing , pengungsi dan penduduk lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H