[caption id="attachment_398745" align="aligncenter" width="624" caption="Persahabatan. (Shutterstock)"][/caption]
Friendship must never be buried under the weight of misunderstanding.
( Sri Chinmoy )
Waktu saya kecil dulu, saya mempunyai seorang teman akrab, panggil saja Umi namanya. Entahlah sejak kapan kami berteman. Saya ingat sering tidur malam di rumahnya entahlah berapa umur saya waktu itu. Mungkin seumuran anak TK atau SD kelas 1 pokoknya piyik banget. Yang saya ingat kami berdua sering mandi bersama, gosok gigi barengan dan sarapan barengan dengan kue moho atau kue bolang-baling, kue ini sangat terkenal di Semarang.
[caption id="" align="aligncenter" width="407" caption="Bolang - baling sarapan saya dan Umi waktu kecil . http://v-recipes.blogspot.de/2012/10/trip-to-semarang-2-pasar-ggbaru-recipe.html"]
Nah siangnya kami akan bermain boneka-bonekaan dan pasaran bareng-bareng. Pokoknya itu yang saya ingat. Persahabatan kami berlangsung sampai masuk kelas Satu SMP. Nah pada suatu hari entah karena sebab apa saya lupa, Umi tidak mengajak saya bareng ke suatu kegiatan sekolah, mungkin dia lupa atau apa. Tahu-tahu saya melihat dia pergi bersama-sama dengan teman lain sebut saja namanya Lestari. Saya yang merasa teman baik Umi merasa dianaktirikan dan dianggap "tidak ada", tentu saja saya merasa tersinggung dan marah, apalagi waktu itu benar-benar usia anak remaja baru masuk kelas satu SMP, emosi tidak terkontrol dan banyak galaunya.
[caption id="attachment_398712" align="aligncenter" width="332" caption="Kue Moho Favorit anak kecil untuk sarapan . https://ceritaelkaje.wordpress.com/2006/07/03/2-gang-baru-semarang/"]
Saya berpikir mentang-mentang masuk SMP mendapat kawan baru dia seenaknya saja melupakan saya, padahal kami satu kelas juga. Akhirnya saya males dan tidak berteguran dengan Umi. Setelah itu dunia rasanya menjadi lain, saya menjadi pemurung dan kehilangan mood baik akibat terlalu menelan bulat-bulat pil kesombongan karena tidak mau berbaikan dengannya. Perasaan tersisihkan, angkuh tidak mau memulai untuk meminta maaf dan saling membuka diri akan kesalahan masing-masing itulah penyebab yang berlarut-larut mengapa kami tidak juga bisa akur dan kembali menjalin persahabatan.
Sampai akhirnya saya lulus SMP dan kami tetap tidak mau bertegur sapa. Kemudian saya melanjutkan SMA di sekolah lain dan si Umi entah di mana akhirnya, sepertinya pindah ke lain daerah walaupun masih di Semarang. Saya kadang masih melihatnya kalau dia mengunjungi kakaknya yang masih bertetanggaan dengan saya. Kalau bertemu muka kami cuman bisa saling membalas dengan senyuman dan anggukan kepala, tanpa mau bicara atau berbasa-basi sedikit pun. Padahal terus terang saya malu sendiri, ingin rasanya saya memulai untuk menyapanya dan mengakrab-akrabkan diri dengannya seperti waktu masih kecil, tetapi entahlah saya merasa tidak mempunyai keberanian untuk itu walaupun saya sudah beranjak agak dewasa.
Setelah itu saya pindah ke Singapura dan tentu saja sudah melupakan Umi dan persahabatan kami di waktu kecil. Kadang saya pulang ke Semarang dan mengunjungi rumah dulu di mana saya tinggal. Ternyata Umi ada di sana sekarang dengan anak perempuan semata wayangnya dan suaminya. Kabarnya dia hanya bisa bekerja sebagai tukang jahit di rumah. Saya terus terang iba akan nasibnya. Kadang saya berpikir coba kalau dia masih menjadi teman saya, pasti akan selalu saya ajari banyak hal tentang "survival", tentang kemandirian wanita dan banyak hal positif lainnya. Hmmmmmmmm. Saya tidak tahu kenapa saya begitu bodoh melepaskannya sebagai teman? Kalau bisa saya ingin memutar balik waktu dan merengkuhnya kembali menjadi teman saya.
Sekarang saya semakin jauh lagi tinggal di negara ribuan kilometer jaraknya dari Semarang. Saya memang sudah melupakan Umi sahabat kecil saya, tetapi kadang wajahnya terbayang di pelupuk mata akan kebaikan dan kenakalan kami di waktu kecil. Umi sobat yang baik, pendiam dan pengertian, hanya saja dulu kami sama-sama punya sifat pemalu. Jadi saya kira kunci dari ketidakakuran kami waktu itu karena kami sama-sama pemalu untuk memulai meminta maaf dan buka-bukaan akan kekerdilan kami.